
Rotomairewhenua ataupun Blue Lake di Selandia Baru diketahui selaku danau dengan air terjernih di dunia.
Liputan6. com, Wellington- Di dalam Halaman Nasional Nelson Lakes, Pulau Selatan Selandia Baru, tersembunyi suatu danau biru- keunguan yang menawan.
Dikelilingi oleh hutan alpen yang curam serta dialiri oleh air glasial dari Danau Constance, Rotomairewhenua– pula diketahui selaku Blue Lake– mempunyai keunikan luar biasa.
Mengutip CNN, Jumat( 14/ 2/ 2025), danau ini awal kali ditemui oleh suku Māori, Ngāti Apa, yang menjadikannya tempat suci buat upacara pembersihan tulang orang yang sudah wafat. Ritual ini diyakini menolong arwah melaksanakan ekspedisi nyaman mengarah tanah leluhur Māori di Hawaiki.
Pada dekat satu dekade kemudian, ilmuwan menciptakan kalau air di danau sub- alpen ini mempunyai” kejernihan optik luar biasa” dengan tingkatan visibilitas antara 70 sampai 80 m. Ini sebanding dengan air murni, menjadikannya danau dengan air terjernih yang sempat tercatat.
Tetapi, gelar” danau terjernih di dunia” sudah menarik banyak turis, paling utama pada masa panas antara Desember sampai Maret. Sayangnya, meningkatnya jumlah wisatawan menimbulkan ancaman besar terhadap kejernihan serta kemurnian danau.
Ancaman dari Alga

Ancaman utama terhadap Rotomairewhenua merupakan penyebaran alga mikroskopis bernama lindavia. Alga ini diketahui selaku” lake snow” ataupun” lake snot” sebab lendir yang dihasilkannya bisa mengotori permukaan air. Lindavia sudah ditemui di sebagian danau di hilir Rotomairewhenua, semacam Rotoiti, Rotoroa, serta Tennyson, serta berisiko terbawa oleh para pendaki lewat sepatu ataupun botol air.
Bagi Phil Novis, ilmuwan studi senior di Landcare Research, lindavia ialah spesies invasif yang mungkin besar berasal dari Amerika Utara, masuk ke Selandia Baru lewat peralatan memancing. Riset menampilkan kalau alga ini cuma ditemui di danau yang gampang diakses manusia, menampilkan kalau penyebarannya sangat tergantung pada kegiatan manusia.
Sekalipun tidak beracun untuk manusia, lindavia bisa menghasilkan lendir kental yang dapat jadi kendala besar, menutup perlengkapan memancing, filter kapal, serta sistem tenaga hidroelektrik. Bila menggapai Rotomairewhenua, lendir ini berpotensi mengaburkan kejernihan air yang luar biasa.
Upaya Pelestarian

Jen Skilton, pakar ekologi serta penasihat area dari Ngāti Apa ki te Rā Tō Trust, mengatakan kekhawatiran mendalam terhadap ancaman ini. Menurutnya, Rotomairewhenua bukan semata- mata danau biasa, melainkan bagian berarti dari bukti diri budaya Māori. Walaupun ritual pembersihan tulang tidak lagi dicoba, danau ini senantiasa mempunyai nilai spiritual besar yang wajib dilindungi buat generasi mendatang.
Semenjak riset tentang kejernihan air Rotomairewhenua diterbitkan pada 2013, jumlah wisatawan sudah bertambah lebih dari 2 kali lipat. Turis umumnya menggapai danau ini lewat jalan pendakian 2 ataupun 7 hari, ataupun selaku bagian dari Te Araroa Trail, rute panjang yang membentang di segala Selandia Baru.
Selaku langkah proteksi, Kementerian Konservasi Selandia Baru bekerja sama dengan Ngāti Apa ki te Rā Tō Trust serta Te Araroa Trust buat mempraktikkan langkah- langkah biosekuriti. Stasiun pembersihan sudah dipasang di dekat danau yang telah terinfeksi lindavia, dengan isyarat peringatan yang memohon para pendaki buat mensterilkan sepatu serta peralatan saat sebelum melanjutkan ekspedisi ke Rotomairewhenua.
Tidak hanya itu, para wisatawan dihimbau buat tidak memegang air danau, tercantum berenang, membasahi handuk, ataupun mencelupkan kamera ke dalam air. Ini bukan cuma buat alibi biosekuriti, namun pula selaku wujud penghormatan terhadap kesakralan Rotomairewhenua. Dalam budaya Māori, air danau ini dikira” tapu”( suci), serta masuk ke dalamnya ialah pelanggaran terhadap nilai budaya.
Berartinya Kesadaran

Sepanjang masa panas, seseorang penjaga dari Kementerian Konservasi ataupun perwakilan Ngāti Apa umumnya ditempatkan di dekat danau buat membagikan bimbingan kepada para pendaki menimpa berartinya melindungi kebersihan serta menghormati nilai budaya setempat.
Walaupun pemahaman hendak berartinya melindungi Rotomairewhenua sudah bertambah, masih terdapat kesenjangan antara uraian serta aksi nyata.
Bagi Janet Newell, pakar konservasi dari Kementerian Konservasi, walaupun banyak pendaki mengaku menguasai resiko biosekuriti, mereka belum seluruhnya disiplin dalam melaksanakan langkah- langkah penangkalan, semacam mensterilkan peralatan mereka.