JAKARTA – Jepang, negara dengan sistem kesehatan yang maju, kerap menghadapi wabah flu musiman yang signifikan, terutama selama musim dingin. Namun, wabah flu di Jepang tidak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, tetapi juga memengaruhi aktivitas sosial, ekonomi, dan kebijakan publik. Berikut tiga fakta penting tentang wabah flu yang sedang melanda Jepang:
1. Peningkatan Kasus secara Drastis Pasca-Pelonggaran Protokol COVID-19
Setelah tiga tahun fokus pada pencegahan COVID-19, Jepang mengalami lonjakan kasus flu pada musim dingin 2023-2024. Pelonggaran protokol kesehatan seperti pemakaian masker dan pembatasan kerumunan diduga menjadi penyebab utama.
- Data Kementerian Kesehatan: Pada Januari 2024, jumlah pasien flu per institusi medis mencapai 16,89 kasus per minggu, tertinggi sejak 2019.
- Perbandingan dengan COVID-19: Kasus flu bahkan melampaui angka infeksi COVID-19 di beberapa wilayah, memicu kekhawatiran “twindemic” (dua pandemi sekaligus).
- Virus Dominan: Subtipe flu A(H1N1) dan A(H3N2) menjadi penyebab utama, dengan gejala seperti demam tinggi, batuk, dan nyeri otot.
2. Penutupan Sekolah dan Pembatasan Aktivitas Publik
Pemerintah Jepang mengambil langkah cepat untuk membatasi penyebaran flu, termasuk menutup sekolah dan fasilitas umum.
- Sekolah Diliburkan: Lebih dari 5.000 sekolah dasar dan menengah di 20 prefektur (termasuk Tokyo dan Osaka) ditutup sementara pada Januari 2024.
- Pembatalan Acara: Event budaya dan olahraga, seperti pertandingan bola basket liga profesional, dibatalkan atau diadakan tanpa penonton.
- Imbauan Masker Kembali: Meski tidak wajib, pemerintah mendorong masyarakat memakai masker di transportasi umum dan area ramai.
3. Tantangan Vaksinasi dan Ketersediaan Obat
Meski Jepang dikenal sebagai negara dengan cakupan vaksinasi tinggi, wabah flu kali ini menyoroti beberapa kelemahan sistem kesehatan.
- Kelangkaan Vaksin: Permintaan vaksin flu meningkat 30% dibandingkan 2022, menyebabkan stok di beberapa daerah habis. Pemerintah mempercepat distribusi vaksin ke klinik dan rumah sakit.
- Antivirus yang Terbatas: Obat seperti Tamiflu (oseltamivir) dan Xofluza (baloxavir) menjadi langka di apotek, terutama di daerah pedesaan.
- Fenomena “Flu RS”: Selain influenza, wabah Respiratory Syncytial Virus (RSV) juga merebak, terutama pada anak-anak, sehingga meningkatkan beban rumah sakit.
Dampak Sosial-Ekonomi
- Absensi Kerja dan Sekolah: Ribuan orang terpaksa izin kerja atau sekolah, mengganggu produktivitas.
- Tekanan pada Rumah Sakit: Ruang gawat darurat di Tokyo dan Osaka dilaporkan kelebihan kapasitas, dengan pasien menunggu hingga 10 jam untuk mendapat perawatan.
- Kerugian Bisnis: Industri pariwisata dan ritel mengalami penurunan pengunjung, terutama di wilayah yang menerapkan pembatasan ketat.