Jakarta, 15 Juli 2025

PUSATNEWS, Gerakan Indonesia Gelap kembali menggelar aksi massa besar-besaran pada Senin (15/7) di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, untuk menyuarakan penolakan terhadap rencana revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) dan kekhawatiran terhadap manipulasi narasi sejarah nasional. Ribuan peserta aksi yang berasal dari kalangan mahasiswa, akademisi, aktivis HAM, dan seniman berkumpul sejak pagi hari, membawa spanduk bertuliskan “Lawan Militerisasi!” dan “Sejarah Milik Rakyat, Bukan Penguasa”.
Aksi kali ini merupakan lanjutan dari gelombang protes sebelumnya yang berlangsung pada 13 Juli lalu, namun dengan eskalasi yang lebih luas, termasuk diikuti aksi serempak di Yogyakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar.
Penolakan Revisi UU TNI: “Bahaya Supremasi Militer atas Sipil”
Salah satu poin utama yang menjadi sorotan demonstran adalah pasal dalam draf revisi UU TNI yang memungkinkan perwira aktif menduduki jabatan sipil strategis tanpa melalui proses pensiun atau pengalihan status. Menurut para pengunjuk rasa, ketentuan tersebut bertentangan dengan semangat reformasi 1998 dan berpotensi mengikis prinsip supremasi sipil atas militer dalam sistem demokrasi Indonesia.
“Militer kembali ke urusan sipil adalah kemunduran. Kita sudah melewati masa gelap itu, jangan biarkan terulang,” ujar Zahra Putri Nasywa, orator mahasiswa dari UIN Jakarta, di hadapan massa.
Isu Distorsi Sejarah di Kurikulum Sekolah
Selain soal TNI, massa aksi juga mengecam dugaan manipulasi narasi sejarah dalam kurikulum pendidikan nasional, terutama dalam buku pelajaran yang dinilai menghilangkan fakta pelanggaran HAM berat, reformasi 1998, dan peran kelompok sipil dalam demokratisasi.
Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Sejarah untuk Keadilan mengungkapkan bahwa beberapa materi sejarah penting telah disederhanakan atau dihilangkan, termasuk kisah Tragedi Semanggi, penghilangan aktivis, dan gerakan mahasiswa.
“Sejarah sedang dibersihkan dari memori kritis bangsa. Pendidikan bukan propaganda kekuasaan,” ujar Dr. Yudi Latif, budayawan dan mantan Kepala BPIP, dalam pernyataan tertulis.
Aksi Tertib, Namun Ketegangan Muncul di Sore Hari
Demonstrasi berlangsung dalam suasana tertib dengan pengamanan ketat dari lebih dari 2.500 personel gabungan TNI–Polri. Namun, menjelang sore hari, sejumlah peserta aksi membakar ban bekas dan melemparkan botol plastik ke arah kawat berduri, memicu ketegangan singkat dengan aparat. Polisi tidak membubarkan massa secara paksa, tetapi memperingatkan lewat pengeras suara.
Kapolres Jakarta Pusat, Kombes Pol Heru Hidayat, menegaskan bahwa pihaknya menjamin kebebasan berekspresi, namun tetap akan menindak jika terjadi pelanggaran hukum.
Pemerintah Belum Beri Tanggapan Resmi
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Kementerian Pertahanan maupun Kementerian Pendidikan terkait tuntutan massa. Namun, anggota DPR RI Komisi I, Effendi Simbolon, menyatakan bahwa pembahasan revisi UU TNI masih dalam tahap awal dan akan melibatkan uji publik.
“Kami mendengar aspirasi rakyat. Semua masukan akan dipertimbangkan sebelum disahkan,” ujar Effendi saat ditemui di Kompleks Parlemen.
Aksi Indonesia Gelap menandai bangkitnya kembali gerakan masyarakat sipil dalam menjaga demokrasi dan sejarah nasional. Di tengah arus revisi regulasi strategis, tekanan masyarakat terhadap pemerintah dan parlemen dipastikan akan terus meningkat, seiring kekhawatiran terhadap mundurnya nilai-nilai reformasi dan keterbukaan informasi publik.