Jakarta, 13 Juli 2025

PUSATNEWS, Harga nikel dunia kembali mengalami penurunan signifikan dalam dua pekan terakhir, menyentuh level terendah dalam lebih dari dua tahun terakhir. Data pasar logam London Metal Exchange (LME) mencatat bahwa harga nikel jatuh ke level USD 15.800 per metrik ton, turun hampir 25% dibandingkan posisi Januari 2025.
Penurunan ini memicu kekhawatiran serius di kalangan pelaku industri pertambangan dan hilirisasi nikel di Indonesia, yang merupakan salah satu produsen nikel terbesar dunia. Indonesia kini menghadapi tekanan berat, terutama di sektor smelter, ekspor, dan ketenagakerjaan.
Tekanan terhadap Smelter dan Investasi
Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menyebut bahwa setidaknya 30% smelter nikel di wilayah Sulawesi dan Maluku mengalami tekanan operasional, termasuk potensi penutupan sementara atau pengurangan kapasitas produksi.
“Harga nikel saat ini tidak lagi menutupi biaya operasional di banyak smelter kecil. Kalau ini berlanjut, kita bisa lihat gelombang PHK dan pengurangan produksi dalam waktu dekat,” ujar Meidy Katrin Lengkey, Sekjen APNI.
Dampak juga dirasakan oleh perusahaan tambang besar yang sebelumnya menjadi andalan ekspor mineral strategis. Penurunan harga membuat daya tarik investasi di sektor ini menurun, terutama dari Tiongkok dan Korea Selatan yang selama ini menjadi mitra utama dalam proyek hilirisasi nikel di Indonesia.
Penyebab Penurunan Harga
Para analis mengidentifikasi beberapa faktor utama di balik penurunan harga nikel global:
- Melimpahnya pasokan dari Indonesia dan Filipina, dua eksportir nikel terbesar.
- Penurunan permintaan global, terutama dari sektor otomotif listrik (EV) di Tiongkok dan Eropa, akibat perlambatan ekonomi dan insentif yang dikurangi.
- Kekhawatiran pasar terhadap overproduksi, terutama di sektor hilir yang belum mampu menyerap lonjakan output dari proyek-proyek smelter baru.
“Pasar nikel saat ini oversupply. Permintaan baterai melambat, sementara suplai dari Indonesia tetap tinggi,” kata Andrew Hayes, analis logam dasar dari Capital Research London.
Respons Pemerintah Indonesia
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku sedang menyiapkan langkah mitigasi, termasuk penyesuaian tarif ekspor dan insentif fiskal terbatas bagi pelaku smelter terdampak.
“Kami tidak ingin proyek hilirisasi yang sudah dibangun besar-besaran ini runtuh hanya karena fluktuasi harga. Harus ada solusi jangka menengah,” ujar Ir. Arifin Tasrif, Menteri ESDM RI.
Pemerintah juga membuka opsi pengurangan sementara kuota ekspor dan peninjauan kembali skema penetapan Harga Patokan Mineral (HPM) untuk menjaga stabilitas usaha pertambangan domestik
Turunnya harga nikel global menjadi pukulan berat bagi strategi hilirisasi dan industrialisasi Indonesia yang selama ini mengandalkan mineral tersebut sebagai komoditas unggulan. Di tengah tekanan ekonomi global, keberhasilan Indonesia dalam menjaga keberlanjutan industri nikel akan sangat menentukan masa depan sektor pertambangan dan tenaga kerja di wilayah sentra produksi seperti Sulawesi dan Maluku.