
PUSATNEWS New York, 02 Juli 2025 – Para pemimpin dunia, ekonom, dan peneliti pembangunan internasional memperingatkan bahwa peperangan, revolusi politik, dan krisis sosial yang meletus di berbagai belahan dunia kini membentuk kembali peta pembangunan global.
Dalam sebuah forum Perserikatan Bangsa-Bangsa yang digelar di New York hari ini, Sekjen PBB António Guterres menegaskan perlunya memahami “genealogi” atau silsilah konflik—bagaimana perang dan revolusi menjadi faktor kunci yang membentuk jalur pembangunan negara-negara selama berabad-abad.
“Tidak ada pembangunan tanpa perdamaian. Namun kita juga tidak boleh melupakan bagaimana banyak negara hanya mencapai reformasi sosial besar melalui pergolakan, bahkan revolusi berdarah,” kata Guterres di hadapan perwakilan lebih dari 100 negara.
Forum ini menyoroti bagaimana perang di Ukraina, konflik berkepanjangan di Sudan, krisis di Haiti, dan kudeta militer di beberapa wilayah Afrika Barat menciptakan tantangan ganda: menghancurkan infrastruktur sambil mendorong tuntutan perubahan politik.
Bank Dunia dalam laporan pendamping forum hari ini merilis data bahwa lebih dari 70% negara berpenghasilan rendah saat ini menghadapi bentuk konflik bersenjata atau ketidakstabilan politik yang parah.
“Kalau kita pelajari genealogi pembangunan global, kita melihat pola berulang: perang memaksa perubahan sistem politik, tapi juga menghancurkan modal manusia dan fisik. Tantangannya adalah bagaimana kita bisa meminimalkan biaya sosial dari perubahan itu,” ujar Dr. Lina Chen, peneliti pembangunan dari London School of Economics.
Di Timur Tengah, para diplomat menyebut kebangkitan gerakan pro-demokrasi baru di beberapa negara sebagai “revolusi yang tak bisa dihindari,” namun juga memperingatkan risiko vacuum kekuasaan yang bisa dieksploitasi oleh kelompok ekstremis.
Sementara di Asia Tenggara, ketegangan geopolitik terkait klaim Laut Cina Selatan dan perlombaan senjata canggih membuat para analis khawatir akan perlambatan investasi pembangunan di wilayah yang selama dua dekade terakhir tumbuh pesat.
Forum PBB hari ini diakhiri dengan seruan untuk pendekatan “pembangunan damai” yang lebih inklusif—menekankan dialog politik, pembangunan ekonomi berkeadilan, dan penguatan lembaga demokratis untuk mencegah siklus kekerasan.
Namun banyak pengamat pesimistis terhadap implementasi nyata rekomendasi tersebut, mengingat rivalitas global yang kian tajam, termasuk antara blok Barat dan Rusia-Tiongkok, yang kerap membawa konflik lokal ke skala lebih besar.
“Pembangunan global tidak pernah steril dari konflik,” kata Guterres menutup pidatonya. “Pertanyaannya adalah: apakah kita belajar dari sejarah atau terus mengulang kesalahan yang sama.”