
Jakarta – Aksi intoleransi kembali terjadi di Sukabumi, Jawa Barat. Sebuah kegiatan ibadah jemaat Kristen di Cidahu diduga dibubarkan paksa sekelompok massa, Kamis (27/6). Berdasarkan video viral di media sosial, bangunan tempat ibadah tersebut ikut dirusak.
Menanggapi hal itu KH Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah angkat suara. Dia menilai, kejadian seperti ini sudah berulang dan menunjukkan persoalan mendasar yaitu lemahnya pemahaman soal kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi.
“Apapun alasannya, tindakan main hakim sendiri tidak bisa dibenarkan. Ini bukan sekadar soal izin bangunan, tapi hak warga untuk beribadah,” kata Gus Miftah dalam pernyataan tertulisnya, seperti dikutip Selasa (1/7/2025).
Gus Miftah menegaskan, alasan “gereja ilegal” yang kerap dijadikan dasar penolakan tidak mendasar. Ia menilai masyarakat sering keliru memahami soal izin tempat ibadah.
“Seringkali warga berasumsi sendiri, tanpa memahami aturan. Harusnya ada edukasi dan transparansi dalam proses perizinan. Tapi apapun itu, kekerasan bukan solusi,” tegas dia.
Toleransi
Gus Miftah pun menyerukan pentingnya pendidikan toleransi sejak dini. Sebab, masyarakat harus dibekali pemahaman soal hak asasi, keberagaman, dan empati lintas agama.
“Mari kita rawat Indonesia sebagai rumah bersama. Jangan biarkan intoleransi merusak persaudaraan yang sudah kita bangun dengan susah payah,” dia menandasi.
Sebagai informasi, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Barat mengatakan bangunan yang dirusak bukanlah gereja, melainkan rumah atau vila pribadi yang digunakan untuk kegiatan ibadah dan pembinaan rohani. FKUB menyebut kegiatan itu serupa dengan pengajian di rumah umat Islam.
Senada, Kepala Desa Tangkil, Ijang Sihabudin juga membenarkan bangunan tersebut awalnya difungsikan sebagai peternakan, lalu beralih menjadi tempat tinggal. Namun saat kejadian bangunan sedang digunakan untuk kegiatan ibadah.