

PUSATBERITA , Katarak adalah salah satu penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan di dunia, termasuk di Indonesia. Kondisi ini terjadi ketika lensa mata yang seharusnya jernih menjadi keruh, sehingga cahaya sulit masuk ke retina dan mengganggu penglihatan.
Meski umumnya dikaitkan dengan proses penuaan, tetapi katarak sebenarnya memiliki beberapa jenis yang bisa dipicu oleh berbagai faktor, seperti trauma, penyakit, atau bahkan bawaan sejak lahir. Memahami jenis-jenis katarak penting untuk mengetahui gejala, penyebab, hingga penanganan yang tepat.
1. Katarak nuklear sklerosis
Sklerosis nuklear adalah pengerasan dan perubahan warna kekuningan pada bagian tengah lensa mata (disebut nukleus). Kondisi ini terjadi secara alami seiring penuaan. Lambat laun, sklerosis nuklear membuat penglihatan menjadi buram karena lensa yang mengeras dan menguning menghalangi lebih banyak cahaya untuk masuk ke mata.
Lensa mata tersusun dari protein bening bernama kristalin yang tersusun rapi sehingga cahaya bisa lewat. Namun, seiring waktu, dan paparan sinar UV, protein-protein ini mulai menggumpal, menyebabkan bagian tengah lensa menjadi lebih keras dan berwarna kuning.
Karena lensa tidak lagi sejernih dulu, cahaya yang masuk ke mata jadi lebih sedikit dan menyebar tidak beraturan. Bahkan, intensitas cahaya yang sampai ke retina bisa turun sampai 10 kali lipat saat seseorang berusia 80-an tahun. Akibatnya, penglihatan jadi buram, muncul silau (glare), lingkaran cahaya di sekitar sumber cahaya (halo), dan makin sulit melihat pada malam hari.
Sklerosis nuklear bisa berkembang menjadi katarak sklerosis nuklear saat pengerasan dan perubahan warna makin parah. Lensa jadi makin kecokelatan dan buram. Kondisi ini diklasifikasikan dari tingkat 1 (ringan) hingga tingkat 4 (buram total kecokelatan).
Pada usia lanjut, kondisi ini cukup umum. Studi menunjukkan sekitar 40 persen orang berusia 75 tahun ke atas mengalami katarak jenis ini setidaknya di satu mata.
Perkembangan jenis katarak ini sangat perlahan, dan gejala biasanya muncul secara bertahap:
- Penglihatan menjadi buram seperti melihat lewat kacamata kotor.
- Membaca jadi lebih sulit.
- Mengemudi pada malam hari terasa menyilaukan dan kabur.
- Sulit membedakan kontras dalam cahaya redup.
- Mata lebih peka terhadap sinar matahari.
- Warna tampak kusam dan berubah.
Dalam beberapa kasus, penglihatan dekat justru sempat membaik (fenomena yang disebut second sight). Namun, ini hanya sementara. Seiring memburuknya katarak, penglihatan akan makin terganggu.
2. Katarak kortikal
Katarak kortikal berkembang dari sisi luar lensa (korteks) dan menyebar ke arah tengah secara bertahap. Jenis katarak ini membentuk pola seperti jari-jari putih atau celah di pinggiran lensa.
Gejala katarak kortikal antara lain:
- Silau yang berlebihan, terutama saat malam hari.
- Penglihatan kabur yang dimulai dari tepi bidang pandang.
- Kesulitan melihat kontras warna.
Faktor risiko:
- Paparan sinar matahari dalam waktu lama.
- Diabetes.
- Riwayat keluarga.
- Merokok.
Penggunaan kacamata hitam dengan perlindungan UV dan menjaga pola makan yang sehat bisa membantu memperlambat perkembangan katarak kortikal.
3. Katarak subkapsular posterior
Katarak subkapsular posterior adalah kekeruhan pada lapisan belakang lensa. Kondisi ini tidak terjadi sesering katarak nuklear dan kortikal, tetapi lebih umum terjadi pada orang yang lebih muda. Jenis katarak ini sering terjadi pada orang dengan diabetes, pengguna steroid jangka panjang, serta pasien dengan riwayat operasi mata.
Dalam banyak kasus, jenis katarak ini adalah salah satu yang paling cepat berkembang, hanya dalam beberapa bulan, daripada jenis katarak terkait usia lainnya. Kondisi ini dapat memperburuk penglihatan lebih cepat.
Gejalanya meliputi:
- Penglihatan terasa silau, terutama pada siang hari atau di bawah cahaya terang.
- Penglihatan dekat terganggu, seperti saat membaca.
- Pandangan terasa lebih kabur dari biasanya.
4. Katarak kongenital
Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa mata yang terjadi sejak lahir. Katarak kongenital jarang terjadi, dan pada kebanyakan orang, penyebabnya tidak dapat ditemukan.
Katarak kongenital sering terjadi sebagai bagian dari cacat lahir berikut:
- Sindrom kondrodisplasia
- Rubella kongenital
- Sindrom Conradi-Hünermann
- Sindrom Down.
- Sindrom displasia ektodermal.
- Katarak kongenital familial.
- Galaktosemia.
- Sindrom Hallermann-Streiff.
- Sindrom Lowe.
- Sindrom Marinesco-Sjögren.
- Sindrom Pierre-Robin.
- Trisomi 13.
Katarak kongenital sering kali terlihat berbeda dari bentuk katarak lainnya. Gejala-gejalanya mungkin meliputi:
- Seorang bayi tampaknya tidak menyadari dunia di sekitarnya secara visual (jika katarak terjadi pada kedua mata).
- Pupil berwarna abu-abu atau putih (yang biasanya berwarna hitam).
- Cahaya “mata merah” (refleks merah) pada pupil tidak terlihat dalam foto, atau berbeda antara kedua mata.
- Gerakan mata cepat yang tidak biasa (nistagmus).
5. Katarak Morgagni
Katarak Morgagni adalah bentuk katarak hipertrofik yang terbentuk akibat pelunakan korteks dan tenggelamnya nukleus padat ke bagian bawah kantong. Nama jenis katarak ini berasal dari Giovanni Battista Morgagni, ahli patologi anatomi abad ke-18.
Ini umumnya merupakan kondisi yang terkait usia. Namun, faktor yang meningkatkan pembentukan katarak termasuk paparan sinar matahari kronis, diabetes yang tidak terkontrol, peradangan di bagian dalam mata, atau penggunaan steroid yang dapat menjadi faktor risiko terkait.