
Jakarta – Sebuah kisah pernikahan terlarang terjadi di Desa Abbanuange, Kecamatan Lilirilau, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Seorang pria berinisial BR terpaksa menceraikan isterinya AL, 21 tahun dan kemudian menikahi ibu mertuanya FR yang berusia 36 tahun.
Pernikahan ini terjadi sebagai kesepakatan damai kedua belah pihak, setelah belakangan diketahui BR telah menghamili mertuanya hingga melahirkan seorang bayi.
Cinta terlarang antara menantu dengan ibu mertua ini diperkirakan terjadi pada 2024 silam dan baru viral akhir-akhir ini.
Hukum Menikahi Mertua

Dalam perspektif hukum Islam, pernikahan semacam ini jelas dilarang. Gus Ahmad Mundzir menjelaskan bahwa hubungan antara menantu dan mertua bersifat haram secara mutlak, baik setelah istri meninggal maupun bercerai.
Status mahram antara menantu dan mertua terbentuk seketika setelah akad nikah dengan putrinya dan bersifat permanen. Artinya, sekalipun BT sudah menceraikan istrinya AL atau bahkan belum pernah berhubungan intim dengannya, FR tetap haram dinikahi selamanya.
Menurut Gus Ahmad Mundzir larangan ini didasarkan pada Surah An-Nisa ayat 23 dalam Al-Qur’an yang secara tegas melarang pernikahan dengan ibu mertua.
“Sangat jelas dalam ayat ini ada kalimat ummahatu nisaikum, yang artinya ibu dari istri, masuk dalam goolongan perempuan yang dilarang dinikahi,” katanya dikutip dari NU Online, Jumat, 23 Mei 2025.
Perempuan yang Dilarang Dinikahi
Secara sederhana, menukil dari kitab Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab Imam Syafi’i, ada tiga sebab utama yang membuat seorang perempuan haram dinikahi:
1. Hubungan kekerabatan (nasab):
Perempuan yang masih ada hubungan darah dengan laki-laki, seperti ibu, nenek, anak perempuan, saudara kandung, bibi (dari pihak ayah atau ibu), keponakan, dan lainnya.
2. Hubungan sepersusuan:
Perempuan yang memiliki ikatan karena menyusui, misalnya wanita yang menyusui si laki-laki (ibu susu), atau perempuan yang disusui oleh wanita yang sama (saudari sepersusuan).
3. Hubungan kemertuaan:
Perempuan yang terlarang dinikahi karena hubungan pernikahan, seperti ibu mertua, menantu perempuan (istri anak laki-lakinya), atau istri ayah/kakek (ibu tiri). Wallahu A’lamu Bis Showab!