
Jakarta – Seekor Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas) salah satu satwa langka dan dilindungi, berhasil terekam kamera trap di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Rekaman didapatkan pada 16 Maret 2025, hasil dari pemasangan kamera trap oleh Tim petugas dari Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).
“Pemantauan ini dilakukan untuk mengevaluasi kondisi ekosistem untuk memantau populasi satwa kunci, serta memastikan efektivitas upaya konservasi habitat dan spesies kunci,” keterangan unggahan TNGHS di laman resmi Instagramnya pada Rabu, 14 Mei 2025.
Dengan memasang kamera trap di jalur-jalur strategis yang berpotensi menjadi lintasan satwa liar. Kamera otomatis merekam satwa yang melintas, termasuk kemunculan Macan Tutul Jawa ini.
Mengutip dari laman Conservation.id, Jumat, 16 Mei 2025, Maca
n Tutul Jawa sering disingkat Matulja adalah salah satu satwa yang merupakan predator puncak di banyak lansekap hutan di Jawa. Satwa ini telah hidup sejak ribuan tahun yang lalu. Jenis kucing besar ini adalah satwa endemik pulau Jawa.
Habitat Macan Tutul Jawa

Matulja hanya hidup di bentang geografis tertentu dan tidak ditemukan di lokasi yang lain. Matulja memiliki dua variasi warna bulu yaitu varias warna gelap yang sering disebut macan kumbang dan varias warna terang yang kita kenal dengan macan tutul.
Keduanya merupakan jenis spesies satwa yang sama. Dari kedua induk yang tutul dapat dilahirkan variasi terang maupun gelap. Macan kumbang merupakan matulja yang mengalami melanisme (mutasi genetik yang membuat produksi melanin menjadi sangat berlebihan) tetapi dalam intensitas cahaya tertentu, tetap dapat terlihat pola tutulnya.
Di Indonesia, matulja hanya hidup di Pulau Jawa, Pulau Kangean, dan Pulau Nusakambangan. Sebaran keberadaannya tercatat mulai dari Taman Nasional Ujung Kulon di Provinsi Banten hingga Taman Nasional Alas Purwo di Provinsi Jawa Timur. Matulja sebagian besar hidup dalam kawasan-kawasan hutan konservasi seperti Taman Nasional dan Cagar Alam. Termasuk di Taman Buru Masigit Kareumbi (TBMK), Jawa Barat
Macan Tutul di Lereng Gunung Semeru
Sebelumnya, mnegutip dari kanal Regional Liputan6.com, 23 Januari 2025, puluhan ekor macan tutul terekam kamera jebak (trap) di hutan kawasan lereng Gunung Semeru. Ini menjadi indikator taman nasional sebagai habitat baik bagi satwa kucing besar tersebut.
Perkiraan itu mengacu pada data awal kajian macan tutul jawa, kolaborasi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS) dan Yayasan Sintas Indonesia. Di sana terdapat 40 kamera intai (trap) dipasang sampling, masing-masing di titik berukuran 4 kilometer persegi selama 90 hari.
Kepala BB TNBTS, Rudijanta Tjahja Nugraha, menyebutkan, kamera dipasang mencakup area yang dinilai cocok jadi habitat macan tutul, yakni area yang sebelumnya telah ditemukan jejak cakar sampai bekas kotoran macan. “Hasilnya, ada sekitar 24 ekor macan tutul yang didominasi jenis hitam atau macan kumbang yang terekam kamera,” kata Rudijanta, pada Kamis, 24 Januari 2025.
Belum Menggambarkan Populasi Sebenarnya

Temuan tersebut belum menggambarkan populasi sebenarnya kucing besar di dalam taman nasional. Sebab bisa jadi ada individu macan yang sama berulang terekam kamera. Data valid baru bisa dipastikan ketika proses kajian rampung.
“Kalau survei telah selesai seluruhnya, pasti diumumkan dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah,” kata Rudijanta.
Dia mengatakan, macan tutul hitam atau macan kumbang mendominasi sebab habitatnya di hutan kawasan Semeru Bromo terisolasi cukup lama. Itu membuat genetik warna bulunya dominan hitam. Macan kumbang merupakan varian melanistik dari macan tutul.
“Pigmen tutulnya ada, tapi kalah dominan dengan warna hitam,” kata dia.
Dia mengungkap, macan tutul memiliki daya jelajah antara 10-15 km per hari. Di kawasan taman nasional, mamalia ini hidup di beberapa tipe ekosistem seperti hutan pegunungan bawah dan atas, hutan sub-alpin dan bahkan savana.