
Para peneliti dari Universitas Tongji di Shanghai melacak perubahan lapisan es Antartika selama hampir dua dekade. Mereka menggunakan data dari satelit NASA dan menemukan temuan menarik yang menambah pemahaman tentang dinamika perubahan es di wilayah kutub selatan ini.
Melansir laman Live Science pada Jumat (16/05/2025), Antartika memperoleh kembali sebagian es yang hilang selama periode 2021 hingga 2023. Namun, para peneliti menegaskan bahwa fenomena ini tidak bisa diartikan sebagai tanda bahwa pemanasan global atau perubahan iklim tiba-tiba berbalik arah.
Pemulihan sebagian es ini bersifat sementara dan tidak menutupi kehilangan besar yang telah terjadi selama dua dekade terakhir. Jumlah es yang kembali ke benua beku ini ternyata lebih disebabkan oleh faktor anomali iklim, khususnya peningkatan curah hujan di wilayah tersebut.
Peningkatan presipitasi ini menyebabkan terbentuknya lebih banyak es permukaan, bukan karena suhu global mendingin. Dengan kata lain, ini bukanlah “pemulihan” permanen, melainkan hasil dari fluktuasi alami cuaca dan iklim jangka pendek.
Lapisan es Antartika sendiri merupakan massa es terbesar di Bumi. Menurut Antarctic and Southern Ocean Coalition, wilayah ini lebih luas dari seluruh daratan Amerika Serikat dan menyimpan sekitar 90 persen dari seluruh cadangan air tawar dunia.
Karena itu, perubahan sekecil apa pun di lapisan es ini memiliki dampak besar terhadap iklim global dan kenaikan permukaan laut. Studi yang diterbitkan dalam jurnal Science China Earth Sciences ini menganalisis data dari satelit Gravity Recovery And Climate Experiment (GRACE) dan kelanjutannya, GRACE Follow-On, milik NASA.
Pantauan Satelit
Satelit-satelit ini telah memantau perubahan massa es sejak 2002, memungkinkan peneliti untuk melihat tren jangka panjang secara lebih akurat. Penelitian tersebut mengungkap bahwa antara 2002 hingga 2020, lapisan es Antartika kehilangan es secara signifikan.
Kecepatannya meningkat drastis, dari rata-rata kehilangan 81 miliar ton per tahun pada periode 2002 hingga 2010, menjadi sekitar 157 miliar ton per tahun pada 2011 hingga 2020. Fenomena ini merupakan salah satu penyumbang utama kenaikan permukaan laut global yang mengancam wilayah pesisir di berbagai belahan dunia.
Namun, tren ini tampaknya sedikit bergeser pada periode 2021 hingga 2023. Dalam tiga tahun tersebut, Antartika justru menunjukkan pertambahan massa es dengan laju rata-rata sekitar 119 miliar ton per tahun.
Peneliti juga mencatat bahwa empat gletser besar di wilayah Antartika Timur berubah dari fase kehilangan es menjadi mengalami pertambahan massa yang signifikan. Meski demikian, para ilmuwan memperingatkan agar tidak terlalu cepat menyimpulkan bahwa Antartika sedang “pulih”.
Fluktuasi ini bisa saja bersifat sementara dan dapat berubah seiring waktu. Dalam konteks perubahan iklim, penting untuk melihat tren jangka panjang, bukan hanya fenomena sesaat.
Pemantauan berkelanjutan dan analisis mendalam tetap menjadi kunci untuk memahami masa depan es di kutub dan dampaknya bagi planet ini.