
PUSATNEWS Gaza, 16 Mei 2025 — Ketegangan di Jalur Gaza terus meningkat seiring desakan Hamas kepada Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, untuk membuka jalur bantuan kemanusiaan sebagai syarat minimum dalam negosiasi gencatan senjata.
Pejabat senior Hamas, Basem Naim, menegaskan bahwa masuknya bantuan ke Gaza merupakan prasyarat mutlak untuk menciptakan lingkungan negosiasi yang kondusif dan konstruktif. “Persyaratan minimum untuk lingkungan negosiasi yang kondusif dan konstruktif memaksa pemerintah Netanyahu untuk membuka penyeberangan dan mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan,” ujar Naim dalam pernyataannya, dikutip dari AFP pada Jumat (16/5/2025) .
Blokade Israel terhadap jalur masuk bantuan ke Gaza telah berlangsung sejak 2 Maret 2025, menyebabkan krisis kemanusiaan yang parah. Lebih dari 52.900 warga Palestina telah tewas sejak dimulainya konflik pada Oktober 2023, dengan hampir setengah juta orang menghadapi ancaman kelaparan .
Sementara itu, Netanyahu tetap bersikukuh untuk melanjutkan operasi militer hingga Hamas “dihancurkan sepenuhnya,” meskipun ada tekanan internasional untuk menghentikan perang. Ia menolak usulan gencatan senjata permanen, bahkan jika kesepakatan pembebasan sandera tercapai .
Dalam upaya diplomatik terbaru, Israel mengirim delegasi ke Doha, Qatar, untuk melakukan pembicaraan tidak langsung dengan Hamas, dengan mediasi dari Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar. Namun, perundingan ini terhambat oleh perbedaan pandangan mengenai penghentian perang dan pengiriman bantuan kemanusiaan .
Di tengah situasi ini, Presiden AS Donald Trump mengusulkan rencana kontroversial untuk mengubah Gaza menjadi “zona kebebasan” yang berfokus pada bisnis dan rekreasi. Proposal ini ditolak keras oleh Hamas, yang menganggapnya sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan Palestina .
Krisis kemanusiaan yang memburuk dan kebuntuan dalam negosiasi menimbulkan kekhawatiran internasional. Banyak pihak mendesak agar jalur bantuan segera dibuka dan gencatan senjata dicapai untuk mencegah penderitaan lebih lanjut bagi warga sipil di Gaza.