
PUSATNEWS Jakarta, 8 Mei 2025 — Seorang individu yang dikenal sebagai bos buzzer diduga menerima pembayaran sebesar Rp 864,5 juta untuk menghambat penanganan kasus di Kejaksaan Agung. Informasi ini mencuat setelah penyelidikan internal menemukan aliran dana mencurigakan yang diduga digunakan untuk memengaruhi opini publik dan mengalihkan perhatian dari kasus hukum yang sedang ditangani.
Praktik penggunaan buzzer untuk memengaruhi opini publik bukanlah hal baru di Indonesia. Beberapa laporan sebelumnya mengungkapkan bahwa buzzer dibayar untuk menyebarkan propaganda dan menyerang pihak-pihak yang dianggap berseberangan dengan pemerintah. Misalnya, pada tahun 2025, seorang loyalis Anies Baswedan, Geisz Chalifah, mengungkapkan bahwa dana sebesar 3 juta dolar AS digunakan untuk merevisi Undang-Undang KPK, yang sebagian di antaranya diduga digunakan untuk membiayai buzzer yang menyerang Anies dan mengalihkan isu dari pelemahan KPK.
Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran tentang transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana publik, serta dampaknya terhadap integritas lembaga penegak hukum. Penggunaan buzzer untuk menghambat proses hukum dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan dan demokrasi secara keseluruhan.
Hingga saat ini, pihak Kejaksaan Agung belum memberikan pernyataan resmi terkait dugaan pembayaran kepada bos buzzer tersebut. Namun, masyarakat dan berbagai pihak mendesak agar dilakukan investigasi menyeluruh untuk mengungkap kebenaran dan memastikan bahwa proses hukum berjalan tanpa intervensi yang tidak sah.