
Jakarta – Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST) mengirimkan citra dari alam semesta awal. Para astronom mengira akan menemukan galaksi-galaksi muda dan samar, namun yang mereka lihat jauh melampaui ekspektasi.
Melansir laman Earth pada Selasa (06/05/2025), teleskop luar angkasa James Webb menemukan tiga galaksi masif, terang, dan penuh debu. Tiga galaksi ini dijuluki “red monsters” atau “monster merah”.
Penamaan ini merujuk pada penampakan warna kemerahan mereka dalam pandangan inframerah teleskop James Webb. Hal ini disebabkan banyaknya debu kosmik yang menyerap cahaya tampak dan ultraviolet, menjadikan mereka tak terdeteksi oleh teleskop generasi sebelumnya.
Menariknya, galaksi-galaksi ini mulai bersinar hanya sekitar 500 juta hingga satu miliar tahun setelah Big Bang. Periode yang oleh kosmolog disebut sebagai “fajar kosmik”.
Penemuan ini mengguncang dasar-dasar teori pembentukan galaksi dan memaksa ilmuwan untuk mempertimbangkan ulang model evolusi kosmos yang selama ini diandalkan. Model kosmologi standar saat ini, Lambda Cold Dark Matter (ΛCDM), memprediksi bahwa galaksi tumbuh perlahan-lahan dari struktur kecil ke besar melalui penggabungan dan pembentukan bintang secara bertahap.
Dalam kerangka ini, galaksi seukuran Bima Sakti baru akan terbentuk beberapa miliar tahun setelah alam semesta lahir. Namun, melalui survei FRESCO (First Reionization Epoch Spectroscopic Complete Survey) yang dilakukan oleh JWST, para peneliti mengamati 36 galaksi tertutup debu.
Sebagian besar cocok dengan prediksi model ΛCDM, tapi tiga di antaranya yakni galaksi monster merah, menyimpang jauh. Mereka masing-masing memiliki massa bintang lebih dari 100 miliar kali massa matahari.
Setara Galaksi Dewasa
Sebagai perbandingan, ini setara dengan massa galaksi dewasa, padahal usia semesta saat itu baru sekitar 5-10 persen dari usia sekarang. Tidak hanya besar, red monsters ini juga menunjukkan efisiensi pembentukan bintang yang mencolok.
Sementara galaksi biasanya hanya mampu mengubah sekitar 20 persen dari materi biasa (gas dan debu) di dalam halo materi gelap menjadi bintang. Galaksi ini mampu mengonversi hampir 50 persen dari material tersebut, dua hingga tiga kali lebih efisien dibandingkan galaksi pada zaman yang lebih tua.
Awalnya, ilmuwan menduga lubang hitam supermasif menjadi pemicu pertumbuhan cepat tersebut. Namun, distribusi cahaya dari galaksi-galaksi ini justru tersebar merata, menandakan bahwa proses pembentukan bintang tidak terkonsentrasi di pusat, seperti yang lazim pada galaksi aktif dengan inti galaksi supermasif.
Instrumen spektroskopi NIRCam/grism dari James Webb berperan penting dalam penemuan ini. Teknologi canggih ini memungkinkan pengamatan cahaya inframerah dari daerah pembentuk bintang, bahkan ketika tertutup oleh butiran debu gelap mirip jelaga.
Hal inilah yang membuat Webb mampu “menembus kabut” dan mengungkap ukuran serta struktur sejati monster merah. Menurut model ΛCDM, halo materi gelap bertindak sebagai kerangka kosmik, menarik gas yang kemudian mendingin dan membentuk bintang.
Kondisi Awal
Namun, monster merah menunjukkan bahwa mungkin ada kondisi awal yang memungkinkan pertumbuhan lebih cepat. Kerapatan gas yang luar biasa tinggi, proses pendinginan gas yang lebih efisien, atau tingkat merger galaksi yang lebih tinggi dari dugaan sebelumnya.
Meski demikian, temuan ini tidak serta merta membatalkan model ΛCDM. Justru, ia mempersempit ruang toleransi model tersebut dan menantang para ilmuwan untuk merevisi atau menyempurnakan parameter dalam simulasi kosmologi mereka.
Kini, simulasi pembentukan galaksi harus bisa mereproduksi baik galaksi biasa maupun red monsters, tanpa mengganggu prediksi lain seperti distribusi radiasi latar kosmik (CMB).
Langkah selanjutnya adalah memperluas survei dan konfirmasi dengan teleskop lain seperti ALMA (Atacama Large Millimeter/submillimeter Array) di Chile. Jika lebih banyak monster merah ditemukan, para ilmuwan harus meninjau ulang banyak hal, dari laju pembentukan bintang hingga pengaruh interaksi antara bintang muda, gas antarbintang, dan lubang hitam awal dalam ekosistem galaksi.