
Sidoarjo, 7 Oktober 2025 — Tragedi runtuhnya musala di Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, terus menjadi sorotan nasional. Hingga laporan terakhir, sedikitnya 50 orang tewas dan 13 orang masih hilang, setelah tim SAR berhasil menyingkirkan hampir 80% tumpukan reruntuhan.
Kronologi dan Temuan Awal
Runtuhnya bangunan tiga lantai tersebut terjadi pada saat para santri melaksanakan salat Ashar secara berjamaah. Dugaan awal menyebut bahwa pembangunan lantai atas melebihi kapasitas struktur pondasi, sehingga tidak mampu menahan beban tambahan.
Sejumlah bagian tubuh korban yang teridentifikasi juga menunjukkan bahwa jumlah korban bisa lebih tinggi dari laporan resmi saat ini.
Hingga kini, belum diketahui secara pasti apakah bangunan ini memiliki izin konstruksi resmi sesuai peraturan setempat.
Tanggapan Pemerintah dan Tuntutan Publik
Pemerintah pusat dan daerah menghadapi tekanan untuk segera melakukan audit keamanan terhadap bangunan-bangunan pesantren di seluruh Indonesia. Banyak publik yang meminta agar standar konstruksi pesantren diperketat dan pengawasan terhadap izin bangunan lembaga keagamaan diperkuat.
Selain itu, keluarga korban menuntut pertanggungjawaban dari pihak pengelola pondok serta pemerintah daerah. Mereka meminta transparansi dalam proses evakuasi dan identifikasi korban, termasuk agar bantuan dan santunan disalurkan tanpa birokrasi berbelit.
Tantangan dan Langkah Ke Depan
Pencarian masih berlangsung terhadap korban yang hilang, meskipun beberapa pihak menyebut bahwa “masa emas” untuk mencari korban hidup telah lewat.
Untuk jangka panjang, isu regulasi konstruksi, kepatuhan terhadap standar bangunan, serta pengawasan institusi keagamaan menjadi sorotan utama. Banyak yang berharap tragedi ini menjadi momentum pembenahan serius agar kejadian serupa tidak terulang.