
Jakarta, 5 Oktober 2025 – Baru-baru ini, Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank / ADB) merevisi prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 menjadi lebih rendah, yaitu 4,9 %, dari sebelumnya sekitar 5 %. Pemerintah merespons hal ini dengan meningkatkan optimisme dan dorongan kebijakan stimulus agar momentum pertumbuhan tidak hilang.
Inti Revisi & Alasan ADB
- ADB menyebut bahwa berbagai tekanan global — seperti perlambatan permintaan dunia, ketidakpastian rantai pasok, dan pelemahan ekonomi mitra dagang — menjadi faktor utama pemangkasan proyeksi.
- Revisi ini membuat pemerintah harus lebih agresif dalam menjaga daya ungkit domestik agar tidak terlalu terpapar gejolak eksternal.
Respons Pemerintah
- Luhut Binsar Pandjaitan, Ketua Dewan Ekonomi Nasional, mengingatkan bahwa dana stimulus yang telah dialokasikan — seperti dana Rp 200 triliun di bank BUMN — belum sepenuhnya mengalir ke sektor riil.
- Luhut juga menyampaikan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG), meskipun sudah diluncurkan, belum menunjukkan efek signifikan sebagai daya ungkit ekonomi.
- Pemerintah tetap optimistis dan menegaskan komitmen agar pertumbuhan tetap berada di kisaran 5,2 % dengan dukungan paket kebijakan ekonomi dan belanja publik.
Peluang dan Tantangan
Peluang:
- Stimulus tambahan serta kebijakan fiskal yang diperkuat bisa memperkuat konsumsi domestik dan investasi.
- Jika implementasi stimulus tepat sasaran dan efisien, dampaknya terhadap penciptaan lapangan kerja dan aktivitas usaha bisa nyata.
Tantangan:
- Waktu aliran stimulus ke sektor riil sangat krusial; bila terlalu lambat, efeknya terhadap pertumbuhan bisa tertahan.
- Pemerintah harus menjaga defisit anggaran agar tetap dalam batas aman agar tidak menimbulkan tekanan makro.
- Efisiensi pengelolaan dana serta integrasi kebijakan antar kementerian/lembaga menjadi kunci—jika tidak terkoordinasi baik, kebocoran dan ketidakmerataan bisa muncul.
Kesimpulan
Dengan revisi proyeksi oleh ADB, tekanan lebih besar kini ada di pundak pemerintah untuk menjaga agar ekonomi Indonesia tidak mengalami perlambatan yang signifikan. Kebijakan stimulus, baik melalui belanja publik, insentif bagi sektor usaha, maupun program sosial, menjadi instrumen utama. Meski optimisme tetap tinggi, realisasi, kecepatan pelaksanaan, dan efektivitas kebijakan akan sangat menentukan apakah Indonesia bisa melewati tekanan global tanpa meninggalkan target pertumbuhan.