
Garut, Jawa Barat — Pada tanggal 2 Oktober 2025, sebuah vonis penting dijatuhkan di Pengadilan Negeri Garut terhadap seorang dokter kandungan berinisial M. Syafril Firdaus (sering dikenal sebagai “dr. Iril”). Ia dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) terhadap sejumlah pasiennya, dan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dengan denda sebesar Rp 50 juta, serta kewajiban membayar restitusi sekitar Rp 106 juta.
Latar Belakang Kasus
Kasus ini bermula dari laporan korban yang merasa bahwa dr. Syafril telah melakukan tindakan yang melewati ranah profesional medis — termasuk pelecehan seksual atau tindakan yang tidak pantas saat konsultasi atau pemeriksaan. Dalam persidangan, majelis hakim menilai bahwa tindakan terdakwa memenuhi unsur pasal-pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) Pasal 6C juncto Pasal B, E, dan I.
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum sebelumnya menginginkan 7 tahun penjara, namun majelis hakim memutuskan hukuman lebih ringan dengan mempertimbangkan faktor-faktor meringankan seperti kooperasi terdakwa, adanya gangguan kejiwaan, serta bahwa kasus ini telah menjadi sorotan publik (sosial media) yang juga dianggap sebagai “hukuman sosial”.
Dampak & Reaksi Publik
Putusan vonis tersebut memancing reaksi beragam di masyarakat. Di pihak korban dan penggiat perlindungan perempuan, vonis hukuman 5 tahun dianggap sebagai langkah positif dalam menegakkan keadilan. Namun sebagian pihak mengkritik bahwa hukuman ini masih terlalu ringan dibandingkan tuntutan awal dan besarnya dampak psikologis terhadap korban.
Kasus ini juga menjadi sorotan media karena menyangkut tenaga medis — profesi yang seharusnya menjadi pihak yang dipercaya pasien. Banyak yang menilai bahwa jika penyalahgunaan kekuasaan di sektor kesehatan tidak ditindak tegas, maka kepercayaan publik terhadap sistem pelayanan kesehatan bisa terganggu.