
Data pemerintah menunjukkan bahwa dari Januari hingga Agustus 2025, defisit anggaran Indonesia mencapai sekitar 1,35% dari PDB.
Pendapatan turun sekitar 7,8% YoY, sementara pengeluaran meningkat sekitar 1,5%.
Faktor-faktor Pemicu
- Penurunan penerimaan negara. Pandemi, penurunan harga komoditas di beberapa sektor, dan mungkin penerapan kebijakan perpajakan yang belum optimal menjadi penyebabnya.
- Kenaikan pengeluaran, terutama subsidi dan belanja sosial, sebagai bagian dari upaya mempertahankan daya beli masyarakat dan mengurangi dampak negatif ekonomi.
- Tuntutan untuk mempercepat belanja pemerintah sebelum akhir tahun agar target-target pembangunan tetap tercapai.
Implikasi Kebijakan
- Pemerintah perlu menjaga disiplin fiskal, agar defisit tidak membesar sampai pada titik yang membahayakan stabilitas ekonomi.
- Perlu adanya efisiensi dalam pengeluaran; subsidi harus diarahkan tepat sasaran agar tidak membebani APBN tanpa manfaat maksimal.
- Kebijakan perpajakan bisa diperbaharui atau diperluas cakupannya untuk meningkatkan penerimaan, terutama dari sektor informal dan korporasi.
Potensi Risiko
- Kemungkinan inflasi meningkat jika subsidi dikurangi secara drastis sehingga harga bahan pokok atau energi naik.
- Beban utang publik bisa meningkat jika defisit terus dibiayai melalui pinjaman, terutama jika suku bunga global naik.
- Kepercayaan investor bisa terpengaruh jika defisit terus memburuk atau jika ada persepsi bahwa kebijakan ekonomi tidak stabil.
Peluang Strategis
- Memanfaatkan pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil untuk mendorong penerimaan melalui pajak yang lebih adil dan pemerataan ekonomi.
- Mengoptimalkan sektor ekspor dan nilai tambah (value added) komoditas untuk meningkatkan devisa dan memperkuat neraca perdagangan.
- Kolaborasi pemerintah daerah untuk memperbaiki layanan publik sekaligus memaksimalkan potensi ekonomi lokal agar beban pusat bisa sedikit diringankan.