
Wajo, Sulawesi Selatan — Pada tanggal 3 Oktober 2025, publik digemparkan oleh laporan seorang perempuan yang berstatus PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) di Kantor Bawaslu Kabupaten Wajo, yakni SH, yang menyatakan bahwa dirinya mengalami dugaan pelecehan seksual. Pelaku yang dilaporkan adalah seorang komisioner Bawaslu Kabupaten Wajo bernama Heriyanto.
Proses Penanganan Kasus
Laporan kasus ini segera dibawa ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan dijadwalkan untuk disidangkan di kantor KPU Provinsi Sulawesi Selatan. Meski terduga pelaku tidak hadir dalam sidang, sidang tetap dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan materi perkara.
Sidang dilakukan secara tertutup, mengingat sensitifitas kasus yang berkaitan dengan isu asusila. Karena sidang melibatkan pejabat publik dan institusi pemilu, ada perhatian lebih pada bagaimana transparansi, keadilan, dan perlindungan bagi korban akan dijaga selama proses.
Tantangan & Isu yang Muncul
Kasus ini mengangkat beberapa problem serius:
- Posisi pelaku sebagai pejabat publik
Karena pelaku merupakan komisioner Bawaslu, ada kekhawatiran penyalahgunaan kekuasaan atau relasi kuasa yang mempersulit korban untuk melapor atau diproses secara adil. - Proses etik vs. proses pidana
Karena kasus ini ditangani melalui DKPP (etika penyelenggara pemilu), bukan langsung ke penegak hukum pidana, ada potensi bahwa sanksi yang dijatuhkan hanya bersifat administratif atau etik, bukan pidana. - Kesulitan menghadirkan bukti
Dalam kasus pelecehan seksual (terutama tanpa saksi langsung), pembuktian menjadi tantangan besar. Pemeriksaan forensik, visum, atau alat bukti lain sangat krusial. - Perlindungan terhadap korban
Karena status korban (pegawai PPPK) dan pelaku (pejabat) berada dalam hierarki institusi, korban bisa menghadapi tekanan, intimidasi, atau risiko karier. Mekanisme perlindungan korban sangat dibutuhkan agar tidak mengalami pembalasan.
Makna & Harapan
Kasus ini menjadi pengingat betapa pelecehan seksual bisa terjadi di berbagai institusi, bahkan lembaga yang idealnya menjunjung kejujuran dan keadilan seperti Bawaslu. Pelaporan melalui jalur etik memang penting, tetapi tidak boleh menggantikan proses pidana jika unsur pidana terpenuhi.
Harapan dari kasus ini antara lain:
- DKPP dan institusi terkait menegakkan proses seadil mungkin, transparan, dan memprioritaskan keamanan korban.
- Bila bukti cukup, kasus ini harus berlanjut ke ranah pidana untuk memberikan efek jera.
- Dibutuhkan pendidikan dan pelatihan antikekerasan seksual di lembaga publik agar pejabat dan pegawai memahami batasan profesional dan konsekuensi jika menyalahi.