
Latar Belakang & Realita Makro
Menjelang akhir September 2025, ekonomi Indonesia sedang menghadapi fase kritis di mana dorongan pertumbuhan harus dijaga — terutama dengan tantangan global dan domestik yang saling terkait.
Beberapa fakta makro terkini:
- Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 tercatat mencapai 5,12 % (yoy), yang menjadi salah satu capaian yang relatif kuat dibandingkan dengan ekspektasi pasar.
- Menurut proyeksi OECD, pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025 diperkirakan sekitar 4,9 %, dengan inflasi yang relatif rendah di kisaran 1,9 %.
- Di sisi fiskal, hingga Agustus 2025, defisit anggaran pemerintah adalah sekitar 1,35 % dari PDB (Rp 321,6 triliun) — masih relatif terkendali dibanding batas undang-undang (3 %) dan memberi ruang bagi stimulus fiskal.
- Pemerintah juga meluncurkan paket kebijakan ekonomi untuk mempercepat pertumbuhan dan menjaga stabilitas ekonomi.
Dorongan Pertumbuhan & Strategi Penguatan
Untuk mengangkat pertumbuhan lebih tinggi, pemerintah dan otoritas ekonomi menerapkan berbagai strategi:
- Stimulus likuiditas ke perbankan
Menteri Keuangan baru, Purbaya Yudhi Sadewa, mengusulkan agar dana negara yang mengendap di Bank Indonesia (BI) dialirkan ke perbankan agar dapat disalurkan sebagai kredit produktif.Sebelumnya disebutkan alokasi hingga Rp 200 triliun agar tidak “mengendap” di BI tapi bergerak ke sektor riil. - Kebijakan moneter akomodatif
Pada September 2025, BI menurunkan suku bunga acuannya (BI Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 % untuk merangsang kredit dan konsumsi masyarakat.Namun, langkah ini memunculkan kekhawatiran pasar terhadap kredibilitas fiskal dan tekanan pada nilai tukar rupiah. - Penguatan permintaan domestik & investasi
Pemerintah menekankan bahwa konsumsi rumah tangga adalah motor utama perekonomian domestik (dengan kontribusi besar terhadap PDB). Selain itu, investasi juga ditargetkan untuk tumbuh lebih agresif, terutama di sektor infrastruktur dan transformasi digital. - Reformasi struktural & perjanjian perdagangan
Pada 23 September 2025, Indonesia dan Uni Eropa menandatangani “kesepakatan substantif” dalam kemitraan ekonomi komprehensif yang akan menghapus tarif bagi 80 % produk Indonesia ke Eropa — ini berpotensi memperkuat ekspor jangka menengah.Reformasi struktural juga menjadi sorotan OECD untuk menjaga stabilitas fiskal dan menyelesaikan ketegangan perdagangan.
Risiko & Tantangan
Walau potensi pertumbuhan terlihat menjanjikan, ada sejumlah tantangan yang harus diwaspadai:
- Tekanan eksternal & volatilitas global
Perlambatan ekonomi global, gangguan rantai pasok, dan konflik geopolitik dapat menyeret ekspor dan investasi luar negeri. - Depresiasi rupiah & ekspektasi inflasi
Rupiah sempat melemah dan terus menghadapi tekanan, yang memicu kekhawatiran terhadap inflasi impor. BI menegaskan komitmennya untuk menggunakan instrumen pengendalian valuta asing. - Tekanan pada penerimaan negara
Realisasi pendapatan negara hingga Agustus 2025 menurun (turun 7,8 % yoy) sementara belanja naik 1,5 %. - Risiko kepercayaan & independensi lembaga ekonomi
Ada sinyal dorongan untuk menjadikan pertumbuhan sebagai mandat eksplisit BI, yang berpotensi melemahkan independensi bank sentral dan memunculkan pertanyaan pasar akan komitmen kebijakan moneter.