Washington D.C., 1 Juli 2025

PUSATNEWS, Mantan Presiden Amerika Serikat dan calon kuat Partai Republik untuk Pemilu 2024, Donald J. Trump, menegaskan sikapnya untuk tidak memperpanjang kelonggaran tarif perdagangan global jika kembali menjabat di Gedung Putih. Pernyataan ini disampaikan dalam pidatonya di Forum Ekonomi Nasional di Ohio pada Minggu malam (30/6), yang langsung memicu reaksi dari pelaku usaha dan negara mitra dagang utama AS.
“Kami akan mengembalikan perlindungan terhadap industri Amerika. Tidak akan ada lagi kelonggaran tarif yang merugikan buruh dan manufaktur AS,” kata Trump di hadapan ribuan pendukung dan investor industri baja serta otomotif.
Trump menyoroti perjanjian yang ditandatangani selama pemerintahan Biden yang memberikan relaksasi tarif terhadap produk impor dari Uni Eropa, Jepang, dan sebagian negara Asia, termasuk logam, otomotif, dan semikonduktor. Ia menyebut langkah itu sebagai “penghancur pekerjaan di dalam negeri”.
Isyarat Kembali ke Kebijakan Dagang Agresif
Selama masa jabatannya (2017–2021), Trump dikenal menerapkan pendekatan proteksionis dan konfrontatif terhadap perdagangan internasional, termasuk perang dagang besar dengan Tiongkok, penarikan dari Kemitraan Trans-Pasifik (TPP), dan peninjauan ulang tarif baja serta aluminium.
Pernyataan terbarunya menunjukkan kemungkinan besar kembalinya strategi “America First” jika ia menang dalam pemilu mendatang.
“Trump ingin menerapkan tarif universal atas semua impor dengan minimum 10%. Ini akan menandai perubahan dramatis dalam arah kebijakan ekonomi global,” ujar Dr. Ellen Jackson, analis kebijakan perdagangan di Brookings Institution.
Reaksi Pasar dan Mitra Dagang
Pasar keuangan bereaksi cepat terhadap pernyataan Trump. Nilai tukar dolar AS menguat tipis, sementara harga saham perusahaan ekspor di Jepang dan Jerman mengalami tekanan. Uni Eropa menyatakan akan “meninjau ulang” langkah-langkah dagangnya terhadap AS jika benar terjadi penarikan kelonggaran tarif.
Sementara itu, Kementerian Perdagangan Tiongkok menyebut bahwa pernyataan Trump memperburuk iklim perdagangan global yang sudah rapuh akibat ketegangan geopolitik dan risiko inflasi pascapandemi.
“Ketidakpastian ini hanya akan memperlambat pemulihan ekonomi global dan mengganggu rantai pasok internasional,” tulis pernyataan resmi dari Beijing.
Dampak ke Negara Berkembang dan Asia Tenggara
Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, juga berpotensi terdampak. Kenaikan tarif atas bahan baku dan barang setengah jadi dari Asia dapat membuat produk manufaktur Indonesia menjadi kurang kompetitif di pasar AS. Para eksportir kini mulai mempertimbangkan diversifikasi pasar ekspor dan penguatan kerja sama intra-ASEAN.
“Kalau ekspor tekstil atau karet ke AS terkena tarif tambahan, maka margin produsen kita akan tertekan. Kita harus antisipasi,” ujar Wakil Ketua Kadin Indonesia, Shinta Kamdani.
Penolakan Trump terhadap perpanjangan kelonggaran tarif global menandai potensi kembalinya era ketegangan dagang internasional. Dalam konteks pemilu AS yang semakin memanas, dunia usaha global kini memasuki fase baru ketidakpastian kebijakan perdagangan.
Keputusan Trump bukan hanya pesan kampanye, tetapi sinyal keras bagi pelaku pasar dan negara mitra bahwa proteksionisme belum sepenuhnya berakhir