
PUSATNEWS Ankara, 22 Juni 2025 — Di tengah memanasnya konflik antara Iran dan Israel, Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan kembali mengangkat istilah historis yang menggugah perhatian dunia: “Sykes-Picot Baru”. Dalam pidatonya di hadapan parlemen Turki, Erdoğan memperingatkan bahwa skenario Perang Timur Tengah yang sedang berlangsung bisa mengarah pada upaya pecah-belah kawasan, mirip dengan konspirasi kolonial yang terjadi seabad silam.
“Jangan biarkan kawasan ini kembali dipecah seperti dalam Perjanjian Sykes-Picot. Mereka ingin mengulang sejarah kelam yang memecah umat dan menjajah tanah-tanah kami dengan cara modern,” tegas Erdoğan dengan nada tajam.
Pernyataan tersebut mengundang pertanyaan publik: Apa sebenarnya Sykes-Picot yang ditakutkan Erdoğan?
Mengenal Sykes-Picot: Peta Rahasia Pecah-Belah Timur Tengah
Perjanjian Sykes-Picot adalah perjanjian rahasia antara Inggris dan Prancis pada tahun 1916, di tengah Perang Dunia I. Perjanjian ini membagi wilayah kekuasaan Kekaisaran Ottoman di Timur Tengah menjadi dua zona pengaruh besar:
- Wilayah Suriah dan Lebanon masuk ke tangan Prancis.
- Wilayah Irak, Yordania, dan Palestina masuk ke tangan Inggris.
Akibat perjanjian ini, negara-negara baru terbentuk bukan berdasarkan etnis, budaya, atau sejarah, melainkan berdasarkan kepentingan kolonial asing. Banyak yang meyakini, peta buatan Sykes-Picot adalah akar konflik berkepanjangan di kawasan hingga hari ini.
Erdogan Khawatir Peta Ulang Kawasan Terjadi Lagi
Dalam konteks perang Iran-Israel saat ini, Erdoğan melihat tanda-tanda bahwa kekuatan global kembali bermain untuk mengubah batas-batas negara di Timur Tengah. Ia menyebut keterlibatan Amerika Serikat, serta potensi perang skala penuh yang melibatkan Rusia, China, dan negara-negara Teluk, sebagai skenario “rekonstruksi geopolitik”.
“Mereka ingin membuat negara baru, memperlemah kekuatan Islam, dan memecah tanah-tanah kaya minyak menjadi zona-zona kendali,” kata Erdoğan.
Turki sendiri secara historis menolak intervensi asing dalam urusan regional. Dalam konflik terbaru ini, Ankara memilih sikap netral aktif, tetapi juga menegaskan tidak akan tinggal diam jika kedaulatan wilayah Muslim terganggu.
Dunia Arab Waspada, Peta Timur Tengah Bisa Berubah Lagi?
Ketakutan Erdoğan bukan tanpa dasar. Beberapa analis geopolitik menyebut bahwa konflik saat ini membuka kemungkinan “redesain peta Timur Tengah” oleh kekuatan besar.
Dr. Abdul Khaliq, pengamat politik dari Doha, menyebut:
“Jika Israel dan Iran terus berperang, lalu AS, Rusia, dan China masuk, maka beberapa negara bisa kehilangan wilayah. Kelompok-kelompok etnis atau sektarian bisa dipersenjatai untuk memisahkan diri.”
Kondisi ini sangat mirip dengan atmosfer sebelum pecahnya Perang Dunia I—dan inilah yang oleh Erdoğan disebut sebagai Sykes-Picot Baru.
Kesimpulan: Apakah Sejarah Akan Berulang?
Dengan ketegangan Iran-Israel yang belum mereda, serta keterlibatan kekuatan asing yang semakin dalam, kekhawatiran bahwa Timur Tengah kembali menjadi papan catur politik global semakin nyata. Erdoğan, dengan membawa sejarah Sykes-Picot ke panggung global, seolah memperingatkan dunia bahwa permainan lama dengan wajah baru sedang dimainkan.
Apakah dunia akan membiarkan wilayah yang pernah dijajah, dijajah lagi dalam bentuk modern?
Waktu akan menjawab.