
Jakarta – Dalam beberapa tahun terakhir, perang Iran Israel telah meningkat secara signifikan. Kedua negara tersebut terus meningkatkan kemampuan militer dan saling serang.
Salah satu senjata yang andalah Iran adalah Rudal Sejjil, sebuah rudal balistik yang dirancang untuk menembus pertahanan udara lawan, termasuk Iron Dome Israel yang terkenal efektif.
Rudal Sejjil ini telah menjadi simbol kekuatan militer Iran dan telah menarik perhatian internasional karena kemampuannya yang luar biasa.
Namun, yang menarik perhatian adalah bahwa Rudal Sejjil ini terinspirasi dari kata yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Konsep ini telah menjadi inspirasi bagi para ilmuwan dan insinyur Iran dalam mengembangkan teknologi rudal yang canggih.
Disusun Kamis (19/6/2025), artikel ini membahas tentang kata ‘Sejjil’ yang ternyata diambil dari lafal ‘Sijjil’ dalam Al-Qur’an.
Makna Sejjil Perspektif Al-Qur’an
Sejjil sebagai nama rudal balilstik buatan Iran ternyata memilikimakna yang dalam dan tidak dipilih secara sembarangan. Kata ini terambil dari istilah Al-Quran dalam Surah Al-Fiil ayat 3-4.
Dalam ayat tersebut diterangkan bahwa ‘Sijjil’ merujuk pada istilah batu dari neraka yang dibawa burung Ababil yang membuat hancur luluh pasukan gajah yang dipimpin Gubernur Abrahah saat hendak menyerang Ka’bah.
وَّاَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا اَبَابِيْلَۙ (3) تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍ مِّنْ سِجِّيْلٍۙ(4)
“Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar.” (QS Al-Fiil: 3-4)
Kata “sijjil” dalam ayat ini diartikan sebagai batu yang terbuat dari tanah yang dipanaskan sehingga teramat sangat keras.
Hal ini menyiratkan kehancuran yang sangat dahsyat yang ditimpakan kepada musuh yakni pasukan Abrahah.
Sebagian Ulama Tafsir memahami bahwa ‘Sijjil’ merupakan gabungan bahasa Arab dan Persia, yang artinya merujuk pada batu dari tanah liat yang mengeras.
Simbol Kekuatan yang Meluluhlantakan

Merangkum NU Online, ayat 3 telah menjelaskan burung Ababil, jenis dan karakteristiknya. Pada kedua ayat di atas, ayat 4 dan 5, Allah menerangkan apa yang dilakukan oleh burung Ababil terhadap Tentara Gajah pimpinan Abrahah yang hendak menghancurkan Baitullah. Yakni, melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar, sehingga Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).
Berikut selengkapnya. Al-Imam Al-Qurthubi (wafat 671 H) dalam tafsirnya menerangkan asal usul dan jenis batu yang digunakan untuk melempar pasukan gajah oleh para burung. Dalam kitab Ash-Shihhah disebutkan, bahwa makna firman Allah swt, ‘bihijāratim min sijjil’, “Dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar”, adalah batu yang terbuat dari tanah liat, yang dibakar di atas api neraka, dan pada batu-batu itu tertuliskan nama setiap orang yang berhak atasnya.
Hal ini, persis yang disebutkan pada firman Allah surat Ad-Dzariyat ayat 33-34: “Agar Kami tinpakan kepada mereka batu-batu dari tanah. Yang ditandai.” Abdurrahman bin Abza mengatakan: “Bahwa makna dari kata ‘sijjil’ adalah langit, yakni: melempari batu kepada mereka dari langit.
Batu ini adalah batu yang sama seperti yang dijatuhkan kepada kaum Nabi Luth.” Ada juga yang berpendapat, bahwa maknanya adalah neraka, yakni: “Melempari batu yang berasal dari neraka kepada mereka.” (Syamsudin Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, [Mesir, Darul Kutub al-Mishriyah: 1384 H/1964 M], juz XX, halaman 198).
Syekh Thantawi (wafat 2010 M) mengutip penjelasan Syekh Husnin Muhammad Mahluf dalam tafsirnya, Tafsir Shafwatul Bayan, menjelaskan keadan mengenaskan Tentara Gajah pasca dilempari batu oleh burung Ababil:
إن الحجر كان يدخل من رأس أحدهم ويخرج من أسفله. ووقع في سائرهم الجدري والأسقام، وانصرفوا وماتوا في الطريق متفرقين، وتمزق أبرهة قطعة قطعة
Artinya: “Sesungguhnya batu tersebut masuk dari arah kepala dan keluar dari kaki. Dan sisanya dari mereka terpapar cacar dan sakit, kemudian mereka tunggang langgang dan mati di jalan dalan keadaan terpisah-pisah dan Abrahah sendiri mati dengan keadaan tercabik-cabik potongan tubuhnya.” (Muhammad Sayyid Thanthawi, Tafsir Washit [Cairo, Dar Nahdlah: 1997 M] juz XV halaman 512).
Syekh Wahbah Az-Zuhaili (wafat 2015 M) menjelaskan ayat terakhir dengan, “Allah menjadikan mereka sisa-sisa, seperti daun tanaman atau pohon ketika dimakan hewan, lantas dikeluarkan lagi dalam bentuk kotoran. Kemudian menghancurkan mereka semua.” (Wahbah bin Musthafa Az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir, [Damaskus, Darul Fikr: 1418 H], juz XXX, halaman 408).