
PUSATNEWS Washington–Teheran, 18 Juni 2025 — Ketegangan geopolitik kembali meningkat setelah pernyataan saling sindir dan tantang antara mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menyita perhatian dunia internasional.
Trump, dalam kampanye politiknya di Florida semalam, menyebut Iran sebagai “rezim keras kepala yang bermain api” dan mengklaim bahwa hanya kepemimpinan Amerika yang kuat yang dapat menghentikan ambisi nuklir Teheran dan menegakkan stabilitas di Timur Tengah.
“Iran tidak akan pernah menang. Mereka harus tahu, jika saya kembali memimpin, mereka akan menghadapi kekuatan penuh dari Amerika Serikat,” ujar Trump di hadapan ribuan pendukungnya. “Khamenei seharusnya belajar dari sejarah — kami tidak akan pernah tunduk kepada teror atau ancaman rudal mereka.”
Tak lama setelah pidato Trump itu viral di media sosial, Khamenei menanggapi dengan pernyataan resmi melalui situs web pemerintah Iran dan akun media sosial resminya. Ia menegaskan bahwa Iran tidak akan menyerah kepada tekanan Amerika, bahkan jika ancamannya datang dari “orang yang dulu pernah duduk di Gedung Putih”.
“Iran tidak akan tunduk pada kesombongan Amerika, baik dari presiden yang menjabat maupun dari mereka yang hanya mengandalkan ucapan keras untuk menutupi kegagalan masa lalu,” tulis Khamenei. “Bangsa kami tidak takut pada ancaman, kami bertahan karena prinsip, bukan karena tekanan.”
Pernyataan tersebut memicu respons dari sejumlah politisi Amerika, yang menilai Khamenei sedang mencoba menunjukkan kekuatan di tengah situasi dalam negeri Iran yang tengah memanas akibat krisis ekonomi dan protes sipil.
Hubungan antara Amerika dan Iran memang terus memburuk sejak keluarnya AS dari perjanjian nuklir JCPOA pada era Trump tahun 2018, dan belum sepenuhnya pulih di bawah pemerintahan setelahnya. Ketegangan kini kembali ke titik rawan, apalagi dengan meningkatnya konflik bersenjata antara Iran dan Israel.
Para pengamat internasional khawatir, retorika panas antara dua tokoh berpengaruh ini bisa memperburuk situasi keamanan global, terutama jika Iran dan sekutunya melanjutkan provokasi di kawasan Timur Tengah, dan AS ikut terseret lebih jauh ke dalam konflik.