
Gorontalo – Duka kembali menyelimuti Gorontalo. Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang terus berlangsung secara brutal dan tanpa pengawasan di Kabupaten Pohuwato, tepatnya di Kecamatan Dengilo, kembali memakan korban jiwa.
Tragedi memilukan ini terjadi pada Selasa malam, 10 Juni 2025, di kawasan Cagar Alam Panua yang kini dijarah habis-habisan menggunakan alat berat ekskavator.
Menurut laporan warga setempat, insiden longsor terjadi di lokasi PETI di Desa Popaya, Kecamatan Dengilo. “Ada yang tertimbun longsor di lokasi PETI di wilayah cagar alam,” ujar salah satu saksi.
Korban dalam kejadian ini adalah Heri Inaku, warga Desa Tabulo Selatan, Kecamatan Mananggu, Kabupaten Boalemo. Ia tewas mengenaskan saat tengah melakukan aktivitas penambangan emas ilegal.
Tubuhnya ditemukan tertimbun tanah dan lumpur, diduga akibat kerusakan struktur tanah yang parah akibat penggalian tanpa kendali.
Jenazah korban telah dipulangkan ke kampung halamannya. Kepala Desa Tabulo Selatan, Suryanata Yusuf, mengonfirmasi identitas dan dugaan penyebab kematian.
“Setelah kami berkoordinasi dengan pihak keluarga, korban diduga mengalami stroke saat melakukan penambangan,” ujarnya.
Namun, kematian Heri Inaku hanyalah satu dari sekian banyak potret buram persoalan yang lebih besar: kerusakan lingkungan dan pembiaran struktural terhadap praktik pertambangan ilegal yang kian menggila.
Setiap hari, ekskavator bekerja tanpa henti, menggali isi perut bumi di kawasan yang seharusnya dilindungi, menghancurkan ekosistem, dan mengabaikan keselamatan manusia.
Ironisnya, lokasi kejadian bukanlah area sembarangan. Kawasan Cagar Alam Panua sejatinya merupakan wilayah konservasi yang secara hukum dilindungi dari segala bentuk eksploitasi.
Namun kenyataan di lapangan berkata lain—aturan tinggal di atas kertas, alat berat bebas keluar masuk, emas terus dikeruk, dan manusia dibiarkan meregang nyawa.
Tragedi ini bukan yang pertama, dan jika tak ada tindakan nyata dari aparat maupun pemerintah, kemungkinan besar bukan pula yang terakhir.
PETI telah berubah menjadi ladang kematian, tempat orang-orang miskin bertaruh nyawa demi setetes harapan dari kilauan emas. Mereka bekerja tanpa perlindungan hukum, tanpa pengawasan keselamatan, dan tanpa jaminan hidup.
Heri Inaku hanyalah satu dari banyak korban yang telah dan mungkin akan terus berjatuhan, jika pembiaran terhadap praktik tambang emas ilegal ini dibiarkan.
Setiap nyawa yang hilang mencerminkan kegagalan negara dalam melindungi warganya dari kerakusan dan kriminalitas lingkungan.
Sudah saatnya hukum ditegakkan, kawasan cagar alam diamankan, dan para pelaku—baik yang bekerja di lapangan maupun para pemodal di balik layar—dibawa ke meja hijau.
Jika tidak, PETI di Gorontalo akan terus menjadi kuburan terbuka bagi rakyat kecil yang hanya ingin bertahan hidup, namun dipaksa mati karena kelalaian sistem.
Kapolsek Paguat, IPDA Kusno Ladjengke, mengaku belum menerima informasi lengkap terkait insiden yang dikabarkan menewaskan seorang warga di lubang tambang ilegal di wilayah Dengilo.
Saat dikonfirmasi pada Selasa malam (10/6/2026), ia menyatakan masih akan menelusuri kebenaran kabar tersebut.
“Saya baru saja menerima informasinya, Pak. Untuk kejelasannya, saya akan segera melakukan pengecekan dan berkoordinasi dengan anggota di lapangan,” ujarnya.