
Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menanggapi polemik tambang nikel yang ada di Raja Ampat, Papua Barat Daya, bahwa tidak menutup kemungkinan pemeriksaan atas penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dilakukan, salah satunya apabila muncul laporan.
“Kalau ada laporan pengaduannya (diusut),” tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (10/6/2025).
“Ya ramainya jangan di media. Nah itu tadi disampaikan ke aparat penegak hukum. Aparat penegak hukum mana saja, supaya ada bahan, ada dasar bagi aparat penegak hukum untuk melakukan penelitian, pengecekan sebenarnya apa yang terjadi di sana,” sambungnya.
Menurut Harli, jika ada aduan dari masyarakat secara resmi, maka aparat penegak hukum dapat segera bergerak melakukan penanganan perkara dugaan pelanggaran hukum yang terjadi di kawasan tambang nikel Raja Ampat.
“Sebagai pintu masuk yang bisa dilakukan oleh aparat penegak hukum,” kata Harli.
Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq sebelumnya menyatakan membuka peluang memberikan sanksi pidana kepada empat pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Hanif mengatakan pihaknya sedang melakukan pendalaman dan pengawasan untuk menentukan sanksi kepada empat perusahaan tambang nikel itu.
“Ya, ya kita sedang melakukan pendalaman, pengawasan. Jadi tim kami segera berangkat untuk menyikapi pencabutan (IUP) yang dilakukan oleh pemerintah. Kita melakukan pendalaman pengawasan dari pengawasan itu kita akan menentukan langkah-langkah lebih lanjut,” kata Hanif kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (10/6/2025).
Empat Perusahaan Tambang di Raja Ampat Bakal Dipidana

Hanif menyampaikan ada tiga pendekatan hukum yang dilakukan pemerintah dalam kasus tersebut. Salah satunya, proses pidana apabila empat perusahaan tersebut terbukti melakukan pelanggaran serius dalam aktivitas pertambangan nikel di kawasan Geopark Raja Ampat.
“Memang ada tiga pendekatan utama, mulai sanksi pengadministrasi pemerintah, kemudian sengketa lingkungan hidup, dan gugatan pidana,” jelasnya.
“Ada yang memang ada potensi ke sana karena ada beberapa kegiatan yang dilakukan di luar norma. Ini ada potensi pidana terkait kegiatan pertambangan yang telah dilakukan,” sambung Hanif.
Dia menekankan empat perusahaan tambang nikel tersebut tetap diwajibkan melakukan pemulihan lingkungan di Raja Ampat, usai izinnya dicabut pemerintah. Hanif menuturkan pemulihan akan bekerja sama dengan Kementerian LH dan Kementerian ESDM.
“Intinya kegiatan yang telah dilakukan wajib melakukan pemulihan di sana, tidak berarti dicabut kemudian selesai, pemulihannya akan dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup bersama teman-teman ESDM,” tutur Hanif.
Prabowo Cabut Izin 4 Perusahaan Tambang Nikel di Raja Ampat

Sebelumnya, Presiden Prabowo resmi mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel empat perusahaan di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya mulai Selasa (10/6/2025). Kegiatan pertambangan empat perusahaan itu dinilai melanggar aturan lingkungan di kawasan geopark.
Prabowo mengakui izin kegiatan pertambangan diberikan pemerintah kepada empat perusahaan sebelum Raja Ampat ditetapkan sebagai kawasan geopark. Empat dari lima perusahaan yang IUP-nya dicabut yakni, PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Melia Raymond Perkasa, PT Kewai Sejahtera Mining.
Sementara itu, pemerintah tak mencabut IUP PT Gag Nikel. Bahlil menjelaskan PT Gag Nikel melakukan aktivitas pertambangan sesuai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
“Untuk PT GAG karena itu adalah dia melakukan sebuah proses penambangan yang menurut dari hasil evaluasi tim kami itu bagus sekali, dan tadi kalian sudah lihat foto-fotonya,” ujar Bahlil.
Meski begitu, Bahlil memastikan pemerintah akan mengawasi ketat kegiatan pertambangan yang dilakukan PT Gag Nikel di Raja Ampat. Mulai dari, AMDAL, reklamasi, hingga terumbu karang tak boleh rusak karena aktivitas pertambangan.