
Lampung – Konflik antara manusia dan satwa liar di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) kian mengkhawatirkan. Sejak awal tahun 2024 hingga Mei 2025, tercatat lima orang tewas akibat serangan Harimau Sumatera di wilayah hutan Kabupaten Lampung Barat itu.
Kepala Balai Besar TNBBS, Hifzon Zawahiri, mengungkapkan bahwa kasus terbaru terjadi pada 25 Mei 2025, ketika seorang warga asal Jawa Tengah bernama Sudarso (59) tewas diterkam saat berada di kawasan hutan.
“Ini merupakan korban kelima dalam kurun waktu Februari 2024 sampai Mei 2025. Kejadian terakhir menimpa Sudarso yang tewas setelah diserang harimau,” ujar Hifzon kepada wartawan, Rabu (28/5/2025).
Tak hanya korban meninggal, satu orang lainnya dilaporkan mengalami luka serius akibat serangan serupa dan harus menjalani perawatan intensif selama hampir setahun.
Langkah Mitigasi BBTNBBS

Berdasarkan hasil investigasi, Hifzon menjelaskan bahwa seluruh serangan tersebut diduga merupakan penerkaman sekaligus pemangsaan oleh Harimau Sumatera terhadap para korban.
“Setiap serangan selalu memiliki pola yang mirip, dan ini menandakan adanya konflik serius antara manusia dan predator besar di wilayah ini,” dia menjelaskan.
Menanggapi fenomena tersebut, Balai Besar TNBBS telah meningkatkan pemantauan menggunakan camera trap (kamera jebakan) untuk memantau pergerakan harimau secara real-time (waktu nyata). Teknologi tersebut digunakan untuk mengidentifikasi individu satwa serta mendeteksi potensi ancaman lebih dini.
Selain itu, pihaknya juga gencar melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, khususnya warga yang bermukim di sekitar kawasan hutan, agar menghindari aktivitas yang dapat memicu konflik dengan satwa liar.
Perambahan Hutan Jadi Pemicu Konflik

Hifzon bilang, perambahan liar dan pembukaan lahan ilegal menjadi pemicu utama meningkatnya konflik antara manusia dan Harimau Sumatera. Aktivitas itu telah menyempitkan habitat alami harimau, memaksa mereka untuk keluar dan berhadapan dengan manusia.
“Setiap aktivitas ilegal di hutan memperbesar risiko. Ini bukan lagi sekadar pelanggaran hukum, tapi sudah menjadi ancaman langsung terhadap keselamatan manusia,” ujar dia.
Dia menegaskan, insiden yang menimpa Sudarso merupakan bukti nyata bagaimana eksploitasi kawasan konservasi bisa berujung tragis.
“Kasus Sudarso menambah daftar panjang korban akibat perambahan. Ini tidak hanya merusak ekosistem, tapi juga memakan korban jiwa,” kata dia.
Sebagai langkah lanjutan, patroli kawasan dan pemetaan titik-titik rawan konflik terus dilakukan. BBTNBBS juga mendorong aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan tegas terhadap pelaku pembalakan liar dan perambahan yang masih marak terjadi di kawasan konservasi tersebut.