
Jakarta – Para astronom menangkap momen saat lubang hitam menghancurkan sebuah bintang. Fenomena langka yang dinamai AT2024tvd ini terjadi sekitar 600 juta tahun cahaya dari bumi.
Melansir laman Science Alert pada Selasa (13/05/2025), fenomena ini merupakan salah satu contoh dari peristiwa gangguan pasang surut atau tidal disruption event (TDE). Fenomena ini terjadi saat sebuah bintang tersedot, terkoyak, dan akhirnya “dimakan” oleh gravitasi ekstrem dari lubang hitam.
Menariknya, lubang hitam yang menyebabkan peristiwa ini diperkirakan memiliki massa sekitar 1 juta kali massa matahari, namun tidak berada di pusat galaksi, tempat biasanya lubang hitam supermasif berada. Pengamatan yang dilakukan oleh Zwicky Transient Facility, kamera optik pemantau langit yang terpasang di Observatorium Palomar dekat San Diego, menangkap semburan cahaya terang tiba-tiba yang menjadi penanda awal peristiwa tersebut.
Penelusuran lebih lanjut dengan Teleskop Luar Angkasa Hubble kemudian mengungkap bahwa lubang hitam itu berada sekitar 2.600 tahun cahaya dari inti galaksi. Fenomena ini menjadi TDE pertama yang diketahui terjadi di luar pusat galaksi.
Fenomena ini membuka peluang besar dalam pemahaman kita mengenai lubang hitam supermasif yang berada di lokasi tidak lazim, atau disebut juga sebagai lubang hitam “liar” (rogue black hole). Dalam kosmologi, galaksi-galaksi besar sering bertabrakan dan menyatu, dan para astronom telah lama menduga bahwa galaksi hasil penggabungan bisa memiliki lebih dari satu lubang hitam supermasif.
Tidak Mudah Terdeteksi
Namun, sering kali lubang hitam kedua tidak mudah terdeteksi, kecuali saat ia aktif melahap materi seperti dalam kasus AT2024tvd. Keberadaan dua lubang hitam supermasif dalam satu galaksi bukan hal baru, namun lubang hitam yang tidak terikat secara gravitasi dengan inti galaksi menimbulkan pertanyaan besar.
Ada beberapa hipotesis mengenai asal-usulnya, salah satu kemungkinan adalah lubang hitam ini terlempar keluar dari pusat galaksi akibat interaksi gravitasi yang intens dengan lubang hitam lainnya dalam sebuah sistem biner atau bahkan sistem tiga lubang hitam. Hipotesis lain menyebutkan bahwa lubang hitam tersebut berasal dari galaksi yang lebih kecil yang dahulu menyatu dengan galaksi induknya lebih dari satu miliar tahun yang lalu, dan belum sempat menetap di pusat galaksi.
Apa pun penyebabnya, temuan ini memperkuat keyakinan bahwa masih banyak lubang hitam tersembunyi yang berkeliaran di pinggiran galaksi, tak terlihat hingga momen langka seperti TDE terjadi. Penelitian peristiwa seperti ini sangat berharga karena dapat memberikan petunjuk penting mengenai evolusi galaksi, dinamika lubang hitam, dan interaksi kosmik ekstrem.
Menurut para ahli, jika lubang hitam liar ini akhirnya tertarik kembali menuju pusat galaksi mungkin akan bergabung dengan lubang hitam utama. Penggabungan ini diprediksi akan menghasilkan gelombang gravitasi yang sangat kuat, cukup untuk terdeteksi oleh instrumen luar angkasa di masa depan seperti Laser Interferometer Space Antenna (LISA), misi observatorium gelombang gravitasi milik ESA (European Space Agency) yang dijadwalkan diluncurkan pada 2035.