
BANDUNG – Bagi masyarakat Indonesia, Marsinah merupakan sosok yang dikenal sebagai pahlawan buruh. Pasalnya ia dikenal sebagai buruh yang aktif dalam gerakan buruh di Indonesia pada tahun 1990-an.
Marsinah juga menjadi salah satu aktivis buruh perempuan masa Orde Baru yang menjadi korban pembunuhan karena aktif menyuarakan hak pekerja. Dia ditemukan tewas mengenaskan pada tanggal 8 Mei 1993 setelah sempat menghilang sejak 5 Mei 1993 malam.
Adapun untuk mengenang sosoknya terdapat sebuah monumen yang didirikan di desa tempat kelahirannya yang dikenal dengan nama Monumen Pahlawan Buruh Marsinah. Lokasinya sendiri berada di tepi Jalan Raya Baron, Desa Nglundo, Sukomoro, Nganjuk, Jawa Timur.
Selain itu, lokasi monumen pahlawan ini berada tepat di seberang Jalan Marsinah dan tidak jauh dari pemakaman umum Desa Nglundo yang di mana terdapat jasad Marsinah disemayamkan.
Monumennya berbentuk sebuah patung perempuan berwarna emas dengan rambut sebahu yang berdiri di atas dudukan berbentuk teratai. Sosok Marsinah di monumennya mengenakan kemeja, rok, hingga sepatu kets dengan satu tangan kiri terkepal menunjuk ke atas.
Sementara itu pada bagian bawahnya berupa dudukan patung berbentuk kubus dengan hiasan batu marmer bertuliskan “Pahlawan Buruh Marsinah”. Monumen ini sempat dibuat baru karena patung lamanya roboh ditabrak truk pada tahun 2014.
Mengenal Sosok Marsinah

Melansir dari beberapa sumber, Marsinah merupakan aktivis dan pembela hak buruh kelahiran 10 April 1969 di Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur. Dia merupakan anak dari pasangan Astin dan Sumini.
Marsinah juga diketahui mempunyai kakak perempuan bernama Marsini dan adik perempuan bernama Wijati. Ketika masa Orde Baru, Marsinah melalui kisah hidup yang berakhir dengan tragis.
Awalnya, Marsinah yang hanya lulusan SLTA memutuskan untuk merantau di tahun 1989 ke Surabaya. Dia juga memiliki keinginan mengenyam pendidikan perkuliahan tetapi harus pupus karena kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan.
Berada di Surabaya, Marsinah tinggal di rumah Marsini yang telah berkeluarga dan bekerja di pabrik plastik SKW di Kawasan Industri Rungkut. Namun, gajinya di pabrik tersebut jauh dari cukup sehingga tetap mencari tambahan penghasilan dengan berjualan nasi bungkus.
Selain itu, Marsinah juga pernah bekerja di sebuah perusahaan pengemasan barang sebelum akhirnya pindah ke pabrik arloji PT Catur Putra Surya (PT CPS) di Desa Siring, Kecamatan Porong, Sidoarjo pada 1990.
Aktif Menyuarakan Hak Buruh

Ketika bekerja di PT CPS, Marsinah dikenal sebagai buruh yang aktif untuk memperjuangkan nasib rekan-rekan sesamanya. Dia juga bergabung menjadi aktivis dalam organisasi buruh Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) unit kerja PT CPS.
Kemudian pada 1993, pemerintah mengeluarkan instruksi Gubernur KDH TK I Jawa Timur dalam surat edaran No. 50/Th. 1992 yang berisi imbauan kepada pengusaha Jawa Timur untuk menaikkan gaji pokok karyawan sebesar 20 persen.
Namun kala itu, imbauannya tidak segera dipenuhi oleh para pengusaha termasuk PT CPS tempat Marsinah bekerja. Alhasil memicu aksi unjuk rasa dari para buruh yang menuntut kenaikan upah.
Pada 2 Mei 1993, Marsinah terlibat dalam rapat perencanaan unjuk rasa yang digelar di Tanggulangin, Sidoarjo. Sehari kemudian para buruh mencegah teman-temannya bekerja untuk melakukan aksi mogok.
Namun, Komando Rayon Militer (Koramil) setempat langsung turun tangan untuk mencegah aksi para buruh PT CPS tersebut. Adapun pada 8 Mei 1993 para buruh mogok total dan mengajukan 12 tuntutan kepada PT CPS.
Marsinah menjadi salah satu dari 15 orang perwakilan buruh yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan dan masih terlibat hingga 5 Mei 1993. Pada siang harinya, sebanyak 13 buruh dianggap menghasut rekan-rekannya untuk berunjuk rasa.
Mereka digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo dan dipaksa mengundurkan diri pada PT CPS karena dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan lain bekerja.
Marsinah yang mendengar kondisi tersebut dikabarkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan 13 rekannya. Kemudian pada malam harinya sekitar pukul 10 dia dikabarkan menghilang.
Menghilang dan Tewas Mengenaskan

Marsinah dikabarkan menghilang sejak 5 Mei 1993 waktu malam hingga akhirnya ditemukan tewas mengenaskan di Nganjuk pada 9 Mei 1993. Berdasarkan hasil autopsi, Marsinah diketahui meninggal dunia pada 8 Mei 1993.
Kemudian dari hasil autopsinya penyebab kematiannya dikarenakan penganiayaan berat dan diketahui juga telah diperkosa. Kematian Marsinah memicu reaksi keras masyarakat dan menuntut pemerintah mengusut tuntas serta mengadili para pelaku pembunuhan.
Namun, usaha dalam menemukan pelaku sampai saat ini masih belum ditemukan dan jadi misteri. Sosoknya kini masih dikenang sebagai pahlawan buruh dan sempat dianugerahi penghargaan Yap Thiam Hien dan kisah hidupnya terus diceritakan terutama pada hari buruh.
Kisah hidup Marsinah juga diangkat ke dalam berbagai karya sastra hingga seni pementasan. Keberanian yang dimiliki Marsinah menjadi inspirasi terutama dalam dunia buruh sampai saat ini.