
PUSAT NEWS – Momen Lebaran selalu identik dengan ketupat. Bahkan, rasanya kurang lengkap jika Idulfitri tidak ada hidangan ketupat di atas meja makan.
Dalam tradisi muslim khususnya di Pulau Jawa, ada sebuah tradisi yang dikenal sebagai Lebaran Ketupat. Tradisi ini biasanya berlangsung seminggu setelah Idulfitri, tepatnya pada 8 Syawal.
Ingin tahu makna dan filosofi dari tradisi Lebaran Ketupat? Simak pembahasannya dalam artikel ini.
Sejarah Lebaran Ketupat
Dilansir laman NU Online, pada sebagian masyarakat Jawa, perayaan tradisi Lebaran Ketupat dilambangkan sebagai simbol kebersamaan. Di sejumlah wilayah, tradisi ini juga dikenal sebagai kegiatan Syawalan.
Sejarah Lebaran Ketupat sendiri sangat erat kaitannya dengan salah satu Wali Songo, yaitu Sunan Kalijaga. Sejumlah masyarakat Jawa meyakini bahwa Sunan Kalijaga adalah orang yang pertama kali memperkenalkan ketupat.
Budayawan Zastrouw Al-Ngatawi mengatakan, tradisi Kupatan muncul pada era Wali Songo dengan memanfaatkan tradisi Slametan yang telah berkembang di kalangan masyarakat Nusantara kala itu.
Kemudian, tradisi tersebut dijadikan sebagai sarana untuk memperkenalkan ajaran Islam mengenai cara bersyukur kepada Allah SWT, rajin bersedekah, saling memaafkan, dan bersilaturahmi di hari Lebaran.
Makna dan Filosofi Ketupat Lebaran
Kata ketupat atau kupat berasal dari bahasa Jawa, yakni “ngaku lepat” yang artinya mengakui kesalahan. Maka dari itu, dengan adanya ketupat diharapkan sesama muslim dapat mengakui kesalahan, saling memaafkan, dan melupakan kesalahan yang pernah diperbuat dengan cara memakan ketupat.
Sementara itu, Lebaran diartikan sebagai berakhirnya waktu puasa Ramadan dan umat muslim siap menyambut hari kemenangan saat Idulfitri. Kata Lebaran sendiri berasal dari kata “lebar” yang berarti pintu ampunan terbuka lebar.
Adapun sejumlah makna filosofis yang terkandung dalam makanan ketupat, yaitu:
-Bungkus yang dibuat dari jamur kuning melambangkan penolak bala bagi orang Jawa.
-Bentuk segi empat pada ketupat mencerminkan prinsip “Kiblat papat lima pancer” yang maknanya adalah ke mana pun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah SWT.
-Sejumlah masyarakat memaknai rumitnya anyaman bungkus ketupat sebagai cerminan atas berbagai kesalahan manusia di dunia.
-Saat ketupat dibelah menjadi dua dan menampilkan warna putih dari isi ketupat, hal itu melambangkan kebersihan dan kesucian setelah memohon ampun atas kesalahan yang telah diperbuat.
-Beras sebagai isi ketupat diharapkan menjadi lambang kemakmuran setelah Idulfitri.
Menggantung ketupat yang sudah matang di atas kusen pintu depan rumah juga dianggap sebagai penolak bala oleh sejumlah masyarakat Jawa. Biasanya, ketupat digantung bersama dengan pisang dalam jangka waktu berhari-hari, bahkan berbulan-bulan sampai kering.
Selain dalam bentuk utuh, ada makna dan filosofi dari ketupat yang disajikan di atas piring. Biasanya, ketupat disajikan bersama opor ayam dan sambal goreng, kemudian dimakan selagi hangat.
Nah, terdapat makna filosofi dari penyajian ketupat tersebut. Santan yang termasuk salah satu bahan dalam pembuatan opor ayam, dalam bahasa Jawa disebut dengan “santen” yang memiliki makna “Pangapunten” alias memohon maaf.
Ketupat merefleksikan sebagai kesempurnaan. Maksudnya, bentuk ketupat yang sempurna dianalogikan sebagai kemenangan umat Islam setelah menjalankan puasa wajib selama bulan Ramadan, lalu kemenangan tersebut dirayakan saat hari Lebaran.
Demikian penjelasan mengenai makna dan filosofi dari tradisi Lebaran Ketupat. Semoga artikel ini dapat menambah wawasan detikers.