
PUSAT TEKNOLOGI : Setelah bertahun-tahun dalam pengembangan tertutup, Neuralink—startup antarmuka otak-manusia (BCI) milik Elon Musk—akhirnya membuka uji coba implan otak kepada publik pada 2025. Dengan persetujuan penuh dari FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan AS) dan Komisi Etika Biomedis Eropa, perusahaan ini memulai pendaftaran bagi 1.000 peserta pertama, terutama penyandang tetraplegia (kelumpuhan anggota gerak) dan gangguan neurologis berat. Teknologi ini diklaim mampu “menghubungkan manusia dengan dunia digital” melalui pikiran, dengan akurasi mencapai 95%.
Teknologi di Balik N2 Chip
Neuralink meluncurkan generasi ketiga implan otak bernama N2 Chip, yang memiliki fitur revolusioner:
- 1.024 Elektroda Ultra-Fleksibel: Ditanam di korteks motorik, elektroda ini merekam dan menstimulasi neuron dengan presisi 10x lebih tinggi daripada versi sebelumnya.
- Nirkabel dan Tahan Air: Implan seukuran koin ini menggunakan teknologi nirkabel berdaya rendah (Bluetooth 6.0) dan bisa bertahan 10 tahun tanpa penggantian baterai.
- AI Neural Decoder: Algoritma berbasis GPT-5 menerjemahkan sinyal otak menjadi perintah digital dalam 5 milidetik, memungkinkan kontrol real-time pada perangkat seperti smartphone, kursi roda, atau lengan robot.
Aplikasi Pertama untuk Disabilitas
Peserta uji coba pertama, seperti Sarah Johnson (34), seorang pasien ALS, mendemonstrasikan kemampuan untuk:
- Mengetik di layar komputer dengan kecepatan 40 kata per menit menggunakan pikiran.
- Mengontrol lengan robot untuk mengambil minuman atau memberi makan diri sendiri.
- Berkomunikasi via aplikasi WhatsApp melalui “pikiran yang dikonversi ke teks”.
Neuralink juga bekerja sama dengan rumah sakit seperti Mayo Clinic untuk mengembangkan terapi stimulasi otak bagi penderita epilepsi dan depresi resisten obat.
Kontroversi dan Tantangan Etis
Meski dipuji sebagai terobosan medis, Neuralink menuai kritik pedas:
- Privasi Data Neural: Aktivitas otak peserta direkam 24/7. Kelompok hak digital seperti Electronic Frontier Foundation (EFF) menuntut jaminan bahwa data ini tidak disalahgunakan oleh korporasi atau diretas.
- Ketimpangan Akses: Biaya implan mencapai $250.000 (sekitar Rp3,75 miliar), membuat teknologi ini hanya terjangkau bagi kalangan elite.
- Risiko Medis: 5% peserta melaporkan efek samping seperti migrain kronis dan infeksi jaringan otak pasca-operasi.
- Dilema “Manusia Upgrade”: Aktivis bioetika memperingatkan potensi penyalahgunaan untuk meningkatkan kemampuan kognitif orang sehat, menciptakan kesenjangan antara manusia “augmented” dan alami.
Protes besar-besaran terjadi di San Francisco, dengan slogan “Otak Bukan Hardware!”, menuntut moratorium global pada komersialisasi BCI.
Kolaborasi dengan Dunia Riset
Neuralink membuka akses data anonim kepada peneliti universitas seperti MIT dan Johns Hopkins untuk mempercepat studi tentang:
- Pemetaan konektivitas saraf manusia (connectome).
- Pemulihan memori pada pasien Alzheimer.
- Simulasi persepsi sensorik (seperti “merasakan” benda virtual).
Badan antariksa NASA bahkan dikabarkan tertarik menggunakan BCI untuk kontrol drone di Mars oleh astronot.
“Neuralink adalah awal dari era baru di mana batas antara biologi dan teknologi semakin kabur. Tantangan terbesar bukanlah teknis, tapi filosofis: Apa artinya menjadi manusia jika otak kita terhubung langsung ke mesin?”