
1. Kepentingan Geopolitik dan Aliansi dengan Israel
AS memiliki hubungan strategis yang sangat erat dengan Israel, yang dianggap sebagai sekutu utama di Timur Tengah. Dukungan AS terhadap kebijakan Israel di Gaza—termasuk blokade dan operasi militer—sering dilihat sebagai bagian dari komitmen untuk menjaga keamanan Israel.
- Pengaruh Regional: AS ingin memastikan Israel tetap menjadi kekuatan dominan di kawasan untuk melawan pengaruh negara atau kelompok yang dianggap “musuh,” seperti Iran, Hizbullah, atau Hamas.
- Kontrol atas Hamas: AS mengkategorikan Hamas sebagai organisasi teroris. Dengan mendukung blokade Gaza, AS berharap dapat melemahkan Hamas dan mencegahnya mendapatkan sumber daya untuk melawan Israel.
2. Stabilitas Kawasan dan Keamanan Global
AS memiliki kepentingan dalam mencegah konflik di Gaza yang bisa meluas ke kawasan lain, terutama karena Gaza kerap menjadi simbol perlawanan Palestina.
-
Mencegah Eskalasi: Konflik di Gaza berpotensi memicu ketegangan dengan negara Arab atau sekutu AS seperti Mesir dan Yordania. AS ingin menghindari destabilisasi yang bisa mengganggu kepentingan ekonominya (misalnya, jalur perdagangan di Terusan Suez).
-
Melawan Pengaruh Iran: AS menuduh Iran mendanai dan mempersenjatai Hamas. Dengan membatasi kekuatan Hamas di Gaza, AS berupaya mengurangi pengaruh Iran di kawasan.
3. Kepentingan Domestik dan Lobi Politik
Kebijakan AS di Gaza tidak lepas dari tekanan politik dalam negeri, terutama dari kelompok pro-Israel yang kuat di Washington.
-
Lobi AIPAC: American Israel Public Affairs Committee (AIPAC) dikenal sebagai kelompok lobi yang sangat berpengaruh dalam mendorong dukungan AS untuk Israel, termasuk dalam kebijakan terkait Gaza.
-
Sentimen Publik: Sebagian besar politisi AS menghindari kritik terbuka terhadap Israel karena risiko kehilangan dukungan pemilih dan donor.
4. Agenda Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (yang Kontroversial)
AS kerap menggunakan narasi “penyebaran demokrasi” dan perlindungan hak asasi manusia sebagai bagian dari kebijakan luar negerinya. Namun, di Gaza, kebijakan ini dianggap kontradiktif:
-
Dukungan untuk Israel vs. Kritik terhadap Pelanggaran HAM: AS mengutuk pelanggaran HAM oleh Hamas (seperti penggunaan warga sipil sebagai perisai manusia), tetapi sering diam terhadap tindakan Israel yang dianggap tidak proporsional (seperti serangan udara yang menewaskan anak-anak).
-
Bantuan Kemanusiaan: AS memberikan bantuan kemanusiaan ke Gaza melalui lembaga seperti UNRWA, tetapi bantuan ini sering dibatasi oleh keputusan politik untuk tidak berurusan dengan Hamas.
5. Ketergantungan Ekonomi dan Militer
-
Industri Senjata: AS adalah pemasok senjata terbesar ke Israel. Konflik di Gaza secara tidak langsung “menguntungkan” industri pertahanan AS melalui penjualan senjata dan sistem pertahanan (seperti Iron Dome).
-
Bantuan ke Israel: AS memberikan sekitar $3,8 miliar per tahun dalam bentuk bantuan militer ke Israel. Bantuan ini memperkuat hubungan bilateral, sekaligus memberi AS pengaruh dalam keputusan keamanan Israel.
6. Ketakutan Terhadap Terorisme
Setelah serangan 9/11, AS menganggap setiap kelompok bersenjata non-negara sebagai ancaman potensial. Hamas, yang melakukan serangan roket dan teror, dianggap sebagai bagian dari ancaman ini.
-
Narasi “Perang Melawan Teror”: AS menggunakan kerangka ini untuk membenarkan dukungannya terhadap operasi militer Israel di Gaza, meski kritikus menilai ini mengabaikan akar konflik, seperti pendudukan dan blokade.
Kritik terhadap Kebijakan AS
Banyak pihak menilai kebijakan AS di Gaza tidak seimbang dan kontraproduktif:
-
Dukungan pada Blokade: Blokade Gaza oleh Israel dan Mesir (yang didukung AS) telah menciptakan krisis kemanusiaan, memperburuk radikalisasi.
-
Veto di PBB: AS kerap memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengutuk Israel, sehingga konflik terus berlarut.
-
Pengabaian Solusi Dua Negara: Meski secara resmi mendukung solusi dua negara, AS dianggap tidak serius menekan Israel untuk menghentikan pembangunan permukiman ilegal di Tepi Barat.